Type to search

Artikel

Pentingnya Ular dan Katak untuk Kita

Share
Katak bernama Mycrohila orientalis ini sebesar ujung jari manusia dewasa, atau sekitar 17 hingga 18 milimeter (1,7 hingga 1,8 centimeter) di Pulau Dewata, Bali. Foto: Amir Hamidy

Katak bernama Mycrohila orientalis ini sebesar ujung jari manusia dewasa, atau sekitar 17 hingga 18 milimeter (1,7 hingga 1,8 centimeter) di Pulau Dewata, Bali. Foto: Amir Hamidy

Beberapa tahun terakhir, berita petani Indonesia gagal panen yang disebabkan ganasnya hama yang menyerang padi atau tanaman pertanian lainnya seperti tikus, wereng, ulat, burung, dan sebagainya merebak.

Hal ini tidak lepas dari makin hilangnya predator atau pemangsa hewan yang yang menjadi hama penyebab kegagalan panen. Misalnya, tikus merajalela habiskan padi, karena tidak ada ular yang memangsanya. Keberadaan tikus dan ular atau hewan-hewan lain di sawah, menjadi hal wajar, sebuah rantai makanan yang normal. Jika salah satu rantai putus, akan mengganggu bekerjanya rantai tersebut.

Bisa (racun) pada ular di alam adalah senjata untuk bertahan dari musuh dan juga mematikan mangsanya mati dalam sekejap. Jika tikus sudah terpatuk, kena racun, maka hewan pengerat ini tak bisa bergerak, ular akan dengan mudah memangsanya. Kini, keberadaan ular makin jarang karena diburu untuk diperdagangkan. Kulit ular dan empedunya menjadi incaran bagi mereka yang menangguk untung.

“Paling tidak, 20 ribu lembar kulit kobra diekspor. Berarti, sebanyak 20 ribu individu ular terbunuh. Semakin banyak ular yang dibunuh untuk dikomersilkan, makin terganggu mata rantai dan lingkungan”, ujar Amir Hamidy, ahli herpetologi LIPI. Ia menjelaskan, ular ada di mana-mana karena dia mencari makan. Di mana ada mangsa seperti cicak, tikus, atau burung, biasanya ada ular. Dia menyukai tempat lembab, jarang terkena sinar matahari. Bisa ditumpukan kayu, ranting-ranting, semak, atau bekas lubang tikus. Jika di ruangan, ini menyukai tempat yang jarang dibuka.

Amir pun memberikan tips untuk menjauhkan rumah atau lingkungan sekitar rumah dari ular. Yakni, menjaga kebersihan lingkungan. Jangan biarkan tumpukan kayu, potongan papan, atau bambu di halaman atau pojok rumah. Rapikan pula tanaman atau semak agar tidak menjadi sarang. “Ular juga menghindari bau-bauan tajam. Dengan menyapu dan mengepel lantai dengan karbol setiap hari, ular akan menjauh.”

Amfibi spons lingkungan
Membicarakan ular atau reptil, tak lengkap jika tak menyinggung amfibi. Katak, yang langsung melekat dalam ingatan kita. Amfibi terdiri dari tiga kelompok yakni Apoda, Caudata, dan Anura. Apoda adalah amfibi yang tidak memiliki kaki dan sepintas seperti cacing. Jarang muncul di permukaan tanah dan biasanya berada dalam tanah atau tumpukan serasah atau air. Banyak dijumpai di Amerika Selatan dan Tengah, tapi ditemukan pula ada di Indonesia.

Amfibi kedua adalah Caudata, atau dikenal dengan salamander,tidak dijumpai di Indonesia. Yang terakhir adalah Anura. Ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Sebagian besar amfibi Indonesia umumnya masuk kelompok ini. Tubuh umumnya pendek dan lebar, kakinya memiliki selaput untuk melompat atau berenang, punya pita suara, dan kawin eksternal. Telur menetas tumbuh menjadi berudu dan katak. Di Indonesia, ditemukan 450 jenis yang mewakili 11 persen Anura di seluruh dunia.

Amfibi mempunyai banyak fungsi seperti untuk bahan konsumsi, alat uji medis dan bahan obat, juga sebagai predator berbagai serangga atau larva serangga. Katak yang di sawah diketahui memakan berbagai jenis serangga yang menjadi hama pertanian, hal ini penting dalam rantai makanan. Fungsi lain yang juga penting, amfibi sebagai bio -indikator kerusakan lingkungan. Beberapa tahun terakhir, para peneliti menyadari amfibi terutama pada tahap telur dan berudu sangat sensitif terhadap kerusakan lingkungan. Katak bernapas tidak hanya dengan paru-paru tapi juga kulitnya, dia ini sangat sensitif pestisida. Seperti spons, indikator lingkungan. Keberadaan amfibi, khususnya katak juga makin sedikit. Hal ini tak lepas dari lingkungan yang membuat rantai makanan makin sederhana.

Sumber : mongabay.co.id

Leave a Comment