Anda di halaman 1dari 31

ENTEROBIUS VERMICULARIS

Nama Parasit

: Enterobius vermicularis (dahulu Oxycuris vermicularis)

Sinonim

: cacing kerawit, cacing benang, seatworm

Klasifikasi E. vermicularis
Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum

: Nematoda

Kelas

: Plasmidia

Ordo

: Rabtidia

Super famili : Oxyuroidea

Species

Family

: Oxyuridea

Genus

: Enterobius

: Enterobius vermicularis1
A.

PENDAHULUAN
Enterobius vermicularis atau yang lebih dikenal sebagai cacing kremi

merupakan parasit pada manusia yang paling sering terjadi. Cacing ini menyebabkan
penyakit yang disebut enterobiasis atau oxyuriasis. Oxyuriasis dapat menyerang
berbagai golongan umur, tapi lebih sering menyerang anak anak. Enterobiasis juga
merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya penularan telur, baik
melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya.
Cacing ini diklasifikasikan dalam kelas Nemathelminthes, adalah cacing berbentuk
benang, memiliki intestine, dan tidak memiliki proboscis. Nemathelminthes memiliki ciri
ciri umum yaitu :
2.
3.

1.
Tubuh dilapisi kutikula, tidak bersegmen, pseudoselomata, tripoblastik.
Saluran pencernaan sempurna ; dari mulut hingga anus dan mempunyai kait.
Sistem respirasi melalui permukaan tubuh secara difusi.

4.

Saluran peredaran darah tidak ada, namun cacing ini mempunyai cairan yang fungsinya

5.

menyerupai darah
Alat kelamin terpisah, cacing betina lebih besar dari cacing jantan dan yang jantan
memiliki ujung berkait dan tidak berkembangbiak secara aseksual.

Klasifikasi dari Nemathelminthes sebagai berikut :


1.

Kelas Nematoda
Tubuh silindris seperti benang
Contoh : Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang), Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale (Cacing Tambang), Enterobius vermicularis (Cacing Kremi), dan Wucheria

2.

bancrofti (Penyebab kaki gajah.


Kelas Nemtophora
Tubuh bulat kecil seperti rambut, disebut juga cacing rambut
Contoh : Nectonema sp dan Gordiust sp (parasit pada Arthopoda)
B.

Morfologi

Morfologi telur E. vermicularis.


Ukuran telur E. vermicularis yaitu 50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-rata 55 x 26
mikron). Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus
sinar dan salah satu sisinya datar. Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis
yaitu : lapisan luar berupa lapisan albuminous, translucent, bersifat mechanical
protection. Di dalam telur terdapat bentuk larvanya. Seekor cacing betina memproduksi
telur sebanyak 11.000 butir setiap harinya selama 2 sampai 3 minggu, sesudah itu
cacing betina akan mati. (Soedarto, 1995)1

Gambar Telur cacing E. Vermicularis


Morfologi cacing E. vermicularis.

a. Cacing Jantan

b. Cacing Betina

Cacing kremi memiliki ciri ciri yang spesifik yaitu berukuran sangat kecil,
berwarna putih, dan bentuk seperti benang, ukuran betina lebih besar daripada yang
jantan yakni 8 13 mm x 0,3 0,5 mm dan cacing jantan 2 5 mm x 0,1 0,2 mm.
Kepala cacing kremi memiliki cervical alae. Cacing kremi betina memiliki ekor panjang,
lurus, dan runcing seperti jarum, vulva terdapat pada 1/3 bagian dari anterior badan
cacing. Sedangkan cacing kremi jantan memiliki ekor melingkar ke ventral seperti
parutan kelapa yang dilengkapi dengan spekulum.
Di daerah anterior sekitar leher, kutikulum cacing melebar. Pelebaran yang khas
pada cacing ini disebut sayap leher (cervical alae). Usufagus cacing ini juga khas
bentuknya

oleh

karena

mempunyai

bulbus

esophagus

ganda

(double-bulp-

oesophagus). Tidak terdapat rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi dijumpai adanya
tiga buah bibir. Di daerah ujung posterior ini dijumpai adanya spikulum dan papil papil.
Cacing jantan jarang dijumpai oleh karena sesudah mengadakan kopulasi dengan
betinanya ia akan segera mati.
Mereka umumnya tinggal di dalam cecum dari usus besar, dari sana cacing
betina bermigrasi pada malam hari lalu meletakkan 11.000 - 15.000 telur setiap harinya
selama 2 3 minggu di perineum. Sesudah itu cacing betina akan mati. Telur di dalam
uterus akan dikeluarkan melalui vulva. Telur cacing kremi memiliki ukuran 50 x 25 um.
Berbentuk lonjong dengan satu sisi lebih datar dari sisi yang lain, mempunyai dinding 2
lapis, berwarna bening, dan lebih tebal dari dinding cacing kait. Telur tersebut berisi
embrio atau larva yang hidup dari cacing kremi. Telur cacing jarang ditemukan di usus,
sehingga jarang ditemukan dalam tinja. 2
A.

DAUR HIDUP

Cacing dewasa terutama hidup di dalam sekum dan di sekitar apendiks manusia.
Manusia merupakan satu satunya hospes perantara. Cacing dewasa betina

mengandung banyak telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui
anus ke daerah perianal dan perinium. Migrasi ini disebut Nocturnal Migration. Di
daerah perinium tersebut cacing cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus,
kemudian telur melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infekti pada
tempat tersebut, terutama pada temperatur optinak 23 26 oC dalam waktu enam jam.
Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur matang
sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi kedaerah perianal, berlangsung
kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira I
bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5
minggu sesudah pengobatan. (Srisari G, 2006).1
Selain itu, dapat pula terjadi autoinfeksi dan retrofeksi terhadap diri penderita
sendiri. Telur yang masuk ke mulut atau juga bisa melalui jalan nafas, di dalam
duodenum akan menetas. Larva rabditiform kemudian akan tumbuh menjadi cacing
dewasa di jejunum dan bagian atas ileum. Untuk melengkapi siklus hidupnya,
dibutuhkan waktu antara dua hingga delapan meinggu lamanya.
Perkawinan atau persetubuhan cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di
sekum, usus besar dan usus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi
usus penderitanya. Cacing jantan akan mati setelah kopulasi, sedangkan cacing betina
akan mati setelah bertelur.
Pertumbuhan telur cacing tergantung pada tingkat pertumbuhan, temperatur, dan
kelembapan udara. Telur yang belum masak lebih mudah rusak dibandingkan dengan
telur yang masak. Telur cacing rusak pada temperatur 45 oC dalam waktu enam jam.
Udara yang dingin dan ventilasi yang kurang baik merupakan kondisi yang baik untuk
pertumbuhan telur cacing.2
B.

INFEKSI CACING KREMI

Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang
terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan
berkembang biak di dalam usus. Enterobiasis atau penyakit cacing kremi adalah infeksi
usus pada manusia yang disebabkan oleh Enterobius vermicularis. Enterobiasis

merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi
cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini
dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Parasir ini lebih banyak didapatkan
diantara kelompok dengan tingkat sosial yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan
pada orang orang dengan tingkat sosial yang tinggi. Cacingan, penyakit yang cukup
akrab di kalangan anak anak Indonesia. Oleh orang awan sering disebut kremian.
Cacingan salah satu penyakit yang tergolong tinggi angka kejadiannya di
Indonesia. Penyebabnya hewan parasit berukuran mikro yang mengambil makanan dan
usus yang berisi banyak sari makanan. Cacing masuk ke tubuh dalam fase larva,
merupakan penyakit endemis dan kronis yang bisa meningkat tajam pada waktu hujan
dan banjir.
Enterobiasis juga merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh
mudahnya penularan telur baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya.
Anak berumur 5-14 tahun lebih sering mengalami infeksi cacing E. vermicularis
dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih bisa menjaga kebersihan dibandingkan
anak-anak.2
Daur hidup cacing ini berkisar antara 2 minggu hingga 2 bulan. Cacing dewasa
dari usus halus pergi ke usus besar kemudian ke anus. Perpindahan ke anus ini
disebabkan karena telur telur cacing tersebut hanya bisa menetas jika terdapat
oksigen. Di malam hari cacing kremi yang mendekam di usus penderita biasanya turun
ke kawasan dubur untuk bertelur. Setelah itu, ia akan masuk kembali ke usus.
Terkadang cacing ini tidak kembai ke usus, tapi masuk ke liang vagina wanita.
Akibatnya akan mengalami keputihan karena cacing kremi. Gejalanya selain rasa gatal,
juga ada lendir keruh dan kental berwarna sedikit kekuningan seperti susu, terkadang
berbusa. Keputihan ini biasanya juga diderita anak anak perempuan (balita hingga
remaja). Terjadi akibat spora yang menempel pada makanan atau barang lain yang
terkontaminasi.
Pertumbuhan telur cacing tergantung pada tingkat pertumbuhan, temperatur dan
kelembaban udara. Telur yang belum masak lebih mudah rusak dari pada telur yang
masak. Telur cacing rusak pada temperatur 45C dalam waktu 6 jam. Udara yang dingin

dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan telur cacing.
(Depkes RI, 1989)
Infeksi ini kontak langsung dengan telur cacing kremi infektif melalui tangan, dari
dubur selanjutnya ke mulut sendiri atau ke orang lain atau secara tidak langsung
melalui pakaian, tempat tidur, makanan atau bahan-bahan lain yang terkontaminasi
oleh cacing kremi tersebut. Penularan melalui debu biasa terjadi pada rumah tangga
dan asrama yang terkontaminasi berat. (dr. Inyoman Kandun, M.ph, edisi 17 tahun
2000)
Perkembangan cacing kremi membutuhkan waktu 1-3 minggu di tubuh manusia.
Tahapan selanjutnya kondisi gizi penderita menurun sehingga kesehatan mereka
terganggu. Bila dibiarkan, kulit anak terlihat pucat, kurus serta perut membuncit karena
kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa menimbulkan
peradangan pada paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus,
gangguan hati, kaki gajah dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak
membantu secara optimal. Cacingan banyak didapati pada daerah dimana kondisi
kebersihan dibawah standar. (Admin, 2008)3

Gambar Siklus Penularan Cacing Kremi

A.

PENULARAN CACING KREMI


Penyakit ini bisa menular. Penularan cacing kremi terjadi autoinfeksi . karena
telurnya bisa nempel dimana aja, di pakaian, sprei or debu , sehingga akibat tidak
hygienisnya tangan / kuku sehingga bersama makanan masuk ke mulut dari tangannya

yang penuh telur / debu. Infeksi cacingan ini disebabkan oleh kontak langsung dengan
telur cacing kremi infekti melalui tangan, dari dubur selanjutnya ke mulut sendiri atau ke
orang lain atau secara tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur, makanan, atau
bahan bahan lain yang terkontaminasi oleh telur cacing kremi tersebut. Penularan
melalui debu biasa terjadi pada rumah tangga dan asrama yang terkontaminasi berat.
Larva cacing biasanya menyebar ke berbagai tempat untuk menginvasi tubuh
manusia dengan memasuki tubuh melalui dua jalan yakni mulut saat makan makanan
yang tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat yang membawa larva
cacing, serta lewat pori pori saat anak tidak memakai alas kaki ketika berjalan di
tanah. Lewat cara ini larva masuk ke pembuluh darah dan sampai di tempat yang
memungkinkan perkembangannya seperti di usus, paru paru, hati, dan sebagainya.
Telur cacing menjadi infekti beberapa jam setelah diletakkan dipermukaan dubur
oleh cacing betina, telur dapat hidup kurang dari dua minggu diluar tubuh penjamu.
Larva dari telur cacing kremi menetas di usus kecil. Cacing muda menjadi dewasa si
secum dan bagian atas dari usus (cacing betina yang pada masa gravid bermigrasi ke
anus dan vagina menyebabkan pruritus setempat). Cacing kremi yang gravid biasanya
bermigrasi di rectum dan dapat masuk ke lubang lubang yang berdekatan.
Perkembangan membutuhkan waktu 1 3 minggu di tubuh manusia. Proses
berpindahnya cacing ini akan menimbulkan sensasi gatal pada daerah sekitar anus
penderita. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari sehingga penderita sering
terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Tahap selanjutnya penderita biasanya
mengalami penurunan kondisi gizi sehingga kesehatan mereka terganggu. Bila
dibiarkan akan terlihat tanda seperti kulit menjadi pucat, tubuh kurus, serta perut
membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa
menimbulkan peradangan paru paru yang ditandai dengan batuk dan sesak,
sumbatan di usus, gangguan hati, kaki gajah, dan perforasi usus. Pada keadaan ini
obat cacing tidak lagi membantu secara optimal. Cacingan banyak didapati pada
daerah dimana kondisi kebersihan di bawah standart. Anak anak berumur 5 14
tahun lebih sering mengalami infeksi cacingan dibandingkan dengan orang dewasa
yang biasanya lebih dapat menjaga kebersihan dibandingkan dengan anak anak.

Penularan cacing kremi dapat terjadi pada satu keluarga atau kelompokkelompok yang hidup di lingkungan yang sama, seperti asrama, rumah piatu, dll.
Proses penularannya dapat terjadi melalui :

Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk darerah sekitar anus


Penularan dari tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain karena memegang
benda-benda lain yang terkontaminasi telur cacing ini
Telur cacing dapat ditemukan di debu ruangan sekolah, asrama, kafetaria, dan
lainnya. Telur cacing di debu ini akan mudah diterbangkan oleh angin dan dapat
tertelan. Telur yang telah menetas di sekitar anus dapat berjalan kembali ke usus besar
melalui anus.4

A. PERJALANAN PENYAKIT
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang disebut
juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama,
telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan.
Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan
akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah
telur cacing tertelan, Telur cacing menjadi infekti beberapa jam setelah diletakkan
dipermukaan dubur oleh cacing betina, telur dapat hidup kurang dari dua minggu diluar
tubuh penjamu. Lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing
dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu).
Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari)

untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam
suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang
menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3
minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan
cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.5

Gambar Cacing Kremi di dalam tubuh manusia


A.
1.
2.
3.
4.
5.

EPIDEMIOLOGI E. VERMICULARIS
Insiden tinggi di negara negara barat terutama USA 35 41 %
Merupakan penyakit keluarga
Tidak merata di lapisan masyarakat
Yang paling sering diserang yaitu anak anak usia 5 14 tahun
Pada daerah tropis insiden sedikit karena cukupnya sinar matahari, udara panas,
kebiasaan ke WC (yaitu sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas toilet).
Akibat hal hal tersebut di atas maka pertumbuhan telur terhambat, sehingga dapat
dikatakan penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat

tapi lebih dipengaruhi iklim dan kebiasaan.


6. Udara yang dingin, lembab, dan ventilasi yang kurang baik merupakan kondisi yang
baik bagi pertumbuhan telur.6
B.

SEGITIGA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ENTEROBIASIS


Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan
konsep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya
penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit. Terjadinya
suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya.
Segitiga epidemiologi cacingan sendiri sebagai berikut.

a.)

AGENT
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak
hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.

b.)

HOST
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi
faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host
bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas
di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix
(Mandell et al., 1990). Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya
suatu penyakit sebagai berikut:
Umur
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan. Data departemen kesehatan (1997)
menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 80% dan dewasa 40 60% (Kompas,
2002). Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang
dewasa terinfeksi cacing tersebut. Semua umur dapat terinfeksi cacing ini dan
prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.
Jenis Kelamin
Prevalensi menurut jenis kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan
kebiasaan penderita. Distrik Mae Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak
laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 48,8% dibandingkan dengan anak perempuan yang
hanya 36,9% pada umur 4,58 2,62 tahun (Chaisalee et al., 2004). Sedangkan di
Yogyakarta infeksi cacing lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki dibandingkan
penderita perempuan.
Kebiasaan
hidup

dan

kehidupan

sosial

dari

host

sendiri

Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri
dan lingkungan. Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis aktivitas atau
pekerjaan. Semakin besar aktivitas yang berhubungan atau kontak langsung dengan
lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan untuk terinfeksi. Selain itu,
prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan status ekonomi dan kebersihan
lingkungan diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi
pada kelompok sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan
kelompok sosial ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik (Tjitra,
1991).

c.) ENVIRONMENT
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit
cacingan. Hal ini karena faktor ini datangnya dari luar atau biasa disebut dengan faktor

ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:


Lingkungan Fisik
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah yang berwujud geogarfik dan
musiman. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis,
air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi,
dll.
Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di
pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Cacingan merupakan
penyakit khas daerah tropis dan subtropis , dan biasanya meningkat ketika musim
hujan. Pada saat tersebut , sungai dan kakus meluap, dan larva cacing bersentuhan
dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu

waktu 1-3 minggu untuk berkembang.


Lingkungan Sosial Ekonomi
Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi
yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada
penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang
menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada
masalah keadaan kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan
setempat,

kebiasaan

hidup

masyarakat,

bentuk

organisasi

masyarakat

yang

kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya


bebagai penyakit cacingan.7

C.

TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala biasanya berupa :

1. Rasa gatal yang hebat di sekitar anus


2. Rewel, yang disebabkan karena rasa gatal yang menggangu tidur malam
3. Kurang tidur, biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing
betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana
4. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun, jarang terjadi namun bisa terjadi
pada infeksi yang berat

5. Rasa gatal atau iritasi vagina, pada anak perempuan jika cacing dewasa masuk ke
dalam vagina.
6. Kulit di anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi akibat penggarukkan
7. Sering mengompol
8. Mudah emosi8
D.
1.
2.
3.

KOMPLIKASI
Salpingitis (Peradangan saluran indung telur)
Vaginitis (Peradangan Vagina)
Infeksi Ulang9

E.

PENDETEKSIAN INFEKSI CACING KREMI


Pendeteksian infeksi cacing kremi merupakan suatu kegiatan atau upaya yang
dilakukan oleh suatu kalangan untuk mengurangi, mgatasi, dan membantu masalah
infeksi cacing kremi. Hal ini dimaksudkan supaya semua hasil riset baik klinis maupun
riset laboraturium dapat digunakan sepenuhnya untuk membantu pendiagnosaan dan
proteksi dini terhadap infeksi cacing kremi.
Pendeteksian infeksi cacing kremi dapat dilakukan dengan beberapa teknik
pemeriksaan, salah satunya adalah teknik pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan
laboratorium diyakini dapat memberikan diagnosa pasti akan penyakit yang diderita

pasien.
1. Teknik Diagnosa Laboratorium
Teknik diagnosa laboratorium untuk infeksi cacing kremi memiliki perbedaan yang
berarti khususnya pada saat pengambilan spesimen pemeriksaan. Cara memeriksa
Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing dewasa atau telur dari
Enterobius vermicularis. Adapun caranya sebagai berikut :
a. Cacing Dewasa
Makroskopis
Cacing kremi dapat dilihat secara makroskopis atau dengan mata telanjang pada anus
penderita, terutama dalam waktu 1 2 jam setelah anak tertidur pada malam hari.

Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak.
Mikroskopis
Cacing dewasa dapat ditemukan di dalam feses, dengan syarat harus dilakukan
enema terlebih dahulu, yaitu memasukkan cairan ke dalam rektum agar cacing dewasa
keluar dari rectum.

Cacing dewasa dapat ditemukan didalam feses, dicuci dalam larutan NaCl agak
panas, kemudian dikocok sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa dalam
keadaan segar atau dimatikan dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda
kecil, seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan diawetkan dengan alkohol
70 % yang agak panas.
b. Telur Cacing
Diagnosa dari infeksi cacing kremi didasarkan atas ditemukannya telur yang khas, yaitu
berdinding tebal, berbentuk seperti baseball dengan salah satu sisi merata. Karena
ukurannya yang mikro, yaitu 50 60 mikro x 20 32 mikro (rata rata 55 x 26 mikro),
maka telur hanya dapat didiagnosa secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.
Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Bahan Tinja
1. Metode langsung
Metode pemeriksaan telur cacing ini paling sederhana dan paling mudah dilakukan.
Teknik ini dapat dikerjakan menggunakan kaca penutup maupun tanpa kaca penutup.
Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan cara langsung yaitu, membuat sediaan
setipis mungkin yang tidak ada gelembung udara didalamnya. Pemeriksaan cacing ini
hanya dapat memberikan hasil secara kualitatif dengan hasil positif atau negatif saja.
2. Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung disebut juga teknik konsentrasi. Dalam metode ini telur cacing
tidak langsung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan
sedemikiaan rupa sehingga telur diharapkan dapat terkumpul. Teknik konsentrasi
merupakan teknik yang sering dikerjakan karena cukup murah dan mudah
mengerjakannya. Pada teknik konsentrasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa cara,
yaitu :
a. Sedimentasi atau Pengendapan, Metode Faust dan Rossell
Prinsipnya : dengan adanya gaya sentifuge dapat memisahkan antara suspensi dan
supernatan sehingga telur cacing dapat terendap.
b. Flotasi (Pengapungan) dengan larutan NaCl jenuh, Metode Wills
Prinsipnya : berat jenis telur lebih kecil daripada berat jenis NaCl jenuh sehingga
mengakibatkan telur cacing mengapung dan menempel pada kaca penutup.
c. Teknik Kato dan Miura
Prinsipnya : adanya malachylt green dapat memperjelas telur cacing dengan preparat
d.
e.
f.
g.

tebal, telur cacing akan mudah ditemukan.


Teknik Modifikasi Katokatz
Teknik AMS (Acid - sodium sulfat tricone-ether concentration)
Teknik Hitung Telur
Metode Beaver

Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Anal Swab


Metode pemeriksaan telur cacing ini, merupakan metode yang banyak digunakan pada
saat ini. Karena telur mudah ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus.
Metode ini biasa disebut dengan teknik anal swab.
Prinsipnya : ujung batang gelas atau spatel lidah diletakkan dengan Scoth Adhesive
Tape. Dilakukan pengambilan sampel di daerah anus penderita, sehingga di dapat telur

cacing yang menempel pada kaca benda.


2. Keuntungan dan Kerugian Teknik Diagonsa Laboratorium
Ketepatan memilih teknik laboratorium sangat penting untuk pengetahuan analitik
pemeriksaan. Salah satunya adalah mengetahui keuntungan dan kerugian dari masing
masing metode yang digunakan.
Metode langsung mempunyai keuntungan yaitu lebih murah dikerjakan, sehingga
kesalahan tekniknya lebih kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan
lingkungan sekitar. Sedangkan kerugian metode bahan feses ini yaitu jika bahan untuk
membuat sediaan secara langsung terlalu banyak, maka preparat menjadi tebal
sehingga telur menjadi tertutup oleh unsur unsur lain yang menyebabkan telur sulit
ditemukan dan apabila preparat terlalu tipis, preparat cepat kering sehingga telur
mengalami kerusakan.
Metode tidak langsung yang disebut metode konsentrasi ini mempunyai keuntungan
yaitu menghasilkan persediaan yang bersih daripada metode yang lain karena kotoran
di dasar lambung dan elemen elemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan
larutan. Kerugiaannya yaitu larutan pengapung yang digunakan tidak dapat
mengapungkan telur karena berat jenis lebih dari 1.200 dan apabila berat jenis larutan
ditingkatkan akan menyebabkan disborksi pada telur dan protozoa.
Secara umum pemeriksaan telur cacing dikerjakan dengan kedua metode di atas,
namun untuk pemeriksaan infeksi cacing kremi sampel feses tidak akan banyak
membantu bahkan memberikan peluang terjadinya hasil pemeriksaan yang negatif
palsu (false negative).
Seperti halnya dengan bahan feses, metode anal swab (Graham Schoth) yang
menggunakan teknik pengambilan sampel dari anal mempunyai keuntungan yaitu
praktis, mudah, dan cepat dikerjakan dalam hitungan waktu. Dapat dibuktikan bahwa
alat ini merupakan teknik terbaik pada saat ini untuk pemeriksaan cacing kremi dengan
hasil yang diperoleh maksimal. Sedangkan kerugiannya adalah mahal, alat susah

didapatkan, tidak efektif untuk kegiatan survey, rumit pemakaiannya, dan menimbulkan
rasa sakit probndus.
3. Metode Anal Swab
a. Teknik Graham Scoth
Menurut teknik pengambilan sampel infeksi cacing kremi, telur paling mudah
ditemukan dengan menghapus daerah disekitar anus yang biasa disebut teknik anal
swab. Anal swab adalah alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan scoth adhesive tape.
Menurut Graham 1941, Teknik Anal Swab (Graham Scoth) digunakan untuk
memperoleh telur Enterobius Vermicularis dari area anal dan perianal dengan perekat
Adhesive tape yang kuat yang ada pada sisi luar bagian ujung spatel lidah terbuat dari
kayu atau batang gelas. Bila adhesive tape ditempelkan di daerah sekitar anus, telur
cacing akan menempel pada perekatnya, kemudian adhesive tape diratakan pada kaca
benda dan dibubuhi sedikit tuluol diantara kaca sediaan tape supaya jernih.
Setiap telur berisi embrio yang telah berkembang sempurna akan menjadi infekti
dalam beberapa jam setelah diletakkan sediaan pita plastik perekat (scoth Adhesive
Tape). Pengambilan sampel berdasarkan prinsip teknik anal swab secara umum adalah
1.
2.
3.
4.

bermacam macam modifikasi dari :


Penghapus (=swab) N.I.H cellophane
Penghapus pita Graham scoth
Obyek glass
Gelas penumbuk yang dibasahi dengan air yang dikocok (pestle)
Macam macam penghapus lainnya, misalnya penghapus dengan kertas toilet
kecuali cellophane, penghapus kain dengan air yang dikocok, penghapus kain yang
dibasahi dengan campuran vaseline dan paraffin, dan sikat dari bulu unta pernah juga
digunakan. Modifikasi dari pita penghapus Graham Scoth memberikan hasil yang
terbaik dan merupakan cara yang selalu digunakan kecuali untuk penderita yang
berambut

pada

anusnya.

Apusan

perianal

yang

diambil

dari

penderita

mempersyaratkan kondisi tertentu sehingga bahan apusan yang diambil layak dan
diyakini akan memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya. Bahan
apusan perianal yang diambil dari penderita saat pagi hari selepas bangun tidur
sebelum mandi, buang air besar, dan aktivitas lain yang dapat menghilangkan telur
cacing di daerah perianal. Bahan perianal sebaiknya dikumpulkan antara jam sembilan

malam sampai tengah malam atau dikumpulkan beberapa hari untuk menghindari
infeksi karena cacing betina yang kemungkinan tidak berpindah setiap hari.
Dalam pemeriksaan, teknik ini dilakukan berulang dalam beberapa hari berturut
turut, karena cacing betina yang hamil bermigrasi tidak teratur. Sekali pemeriksaan
dengan swab hanya menemukan kira kira 50 % dan pemeriksaan pada 7 hari
berturut turut diperlukan untuk menyatakan seseorang bebas dari infeksi cacing
kremi, kemudian diagnosa dilakukan dibawah mikroskop perbesaran 100x.
b. Periplaswab
Seperti halnya dengan Graham Scoth, Periplaswab merupakan modifikasi dari
teknik Graham Scoth yang dirancang untuk pemeriksaan infeksi cacing kremi. Prinsip
metode ini didasarkan pada teknik pemeriksaan anal swab dengan scoth Adhesive
Tape dan Obyek Glass sebagai bahan utama, dimana pada teknik, persiapan,
pengambilan, dan pemeriksaan sampel sama.
Bahan yang digunakan berupa mika dan selotipe yang didesain sedemikian rupa
dengan cetakan terbuat dari plastik. Cetakan ini dapat digunakan lebih dari satu kali
pemeriksaan. Sampel diambil langsung dari probandus dengan cara menempelkan
bahan pada perianal sebanyak tiga kali dan kemudian dilakukan pemeriksaan di bawah
mikroskop perbesaran 10x.
Berdasarkan pengujiannya, teknik modifikasi ini telah diuji coba secara laboratoris
yang diharapkan memiliki keunggulan dari segi efisiensi dan efektivitas dalam
pendeteksian infeksi cacing kremi. Efisiensi merupakan suatu ketepatgunaan,
kedayagunaan, atau keefisienan. Artinya sesuatu yang mudah dan tepat untuk
dikerjakan, tidak membuang buang waktu, tenaga, maupun biaya. Tingkat efisien
periplaswab dapat diukur dari kemampuan menekan biaya dan waktu pemeriksaan
dengan tidak mengesampingkan hasil laboratorium. Efektifitas merupakan suatu
keadaanefektif

yang

mudah

dan

tepat

dalam

memberikan

hasil.

Efektivitas

periplaswab dapat diukur dari segi ketepatan hasil yang diperoleh dengan cara
menemukan jumlah telur persatuan luas (cm 2). Selain itu, jumlah telur cacing dapat
dihitung dalam satu kali pemeriksaan persatuan lapang pandang satuan luas (cm 2).2
Rumus :

F. HYGIENE PERORANGAN
Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh
kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit
karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan yang baik
sehingga terjamin pemeliharaan kesehatannya.
1. Kebiasaan mandi
Kesehatan sangat penting karena kesehatan semasa kecil menentukan
kesehatan pada masa dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang
sehat. Membina kesehatan semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi
yang sehat sehingga akan memperkuat ketahanan bangsa. Anak harus menjaga
kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan mandi sehari dua kali, sehingga bisa
mengurangi angka infeksi E. vermicularis.
2. Kebiasaan mengganti pakaian dalam
E. vermicularis melakukan migrasi pada malam hari. Cacing dewasa betina yang
mengandung telur melakukan migrasi keluar melalui anus pada malam hari, kemudiaan
bertelur di daerah perianal dan perineum. Telur ini sebagian menempel pada pakaian
dalam dan telur tersebut akan menjadi infekti dalam waktu enam jam.
3. Kebiasaan mengganti alas tidur
Salah satu penularan E. vermicularis adalah autoinfeksi atau penularan dari
tangan kemulut penderita itu sendiri. Hal ini dikarenakan cacing dewasa betina
mengandung telur melakukan migrasi keluar anus dan telur terletak di perineum dan
perianal, sebagian telur ada yang berguguran di alas tidur kemudian telur menjadi
infekti dan akan menginfeksi orang lain dan diri sendiri.
4. Kebiasaan memotong kuku
Usaha pencegahan penyakit cacingan antara lain: menjaga kebersihan badan,
kebersihan lingkungan dengan baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih,
memakai alas kaki, membuang air besar di jamban (kakus), memelihara kebersihan diri

dengan baik seperti memotong kuku dan mencuci tangan sebelum makan. Agar infeksi
Enterobius vermicularis tidak dapat berkurang. Departemen Kesehatan R.I (2001:100)
5. Kebiasaan mencuci tangan
Anak anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari
jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan tanpa cuci tangan,
sehingga telur E. vermicularis dapat masuk ke dalam perut anak.
Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan
semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga, dan makanan
tertentu, misalnya sayuran akan meningkatkan jumlah penderita Enterobiasis.
G. SANITASI LINGKUNGAN RUMAH
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan manusia. Jadi lebih baik mengutamakan usaha pencegahaan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang baik sehingga munculnya penyakit dapat dihindari.
Faktor faktor sanitasi lingkungan rumah antara lain : adanya sinar matahari,
jenis lantai kamar tidur, adanya ventilasi, jendela, dan genteng kaca yang langsung
menyinari tempat tidur, sehingga telur dan cacing dewasa Enterobius vermicularis bisa
mati.
H. CARA PENCEGAHAAN DAN PEMBERATASAN ENTEROBIASIS
Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka
lingkungan hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan
merupakan hal yang sangat penting dijaga. Perlu ditekankan pada anak anak untuk
memotong kuku, membersihkan tangan sesudah buang air besar, dan membersihkan
saerah perianal sebaik baiknya serta cuci tangan sebelum makan.
Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya
dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing E. vermicularis.
Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh telur cacing infekti.
Diusahakan sinar matahari bisa langsung masuk ke kamar tidur, sehingga dengan
udara yang panas serta ventilasi yang baik pertumbuhan telur akan terhambat karena
telur rusak pada temperatur lebih tingi dari 46 oC dalam waktu enam jam. Karene infeksi
Enterobius mudah menular dan merupakan penyakit keluarga maka tidak hanya

penderita saja yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama
sama.

BAB I
ANALISA SUMBER BELAJAR
Pendahuluan
Dusun Sukamaju

mayoritas warganya bekerja sebagai tukang kebun tanaman sayur,

sebagian sebagai pekerja kantoran, di sawah dan sebagainya. 80% warga memiliki IMT dibawah
19 kg/m2 walaupun asupan makanan tercukupi. Seorang warga bernama H (19 tahun) meskipun
setiap hari makan dengan nutrisi tercukupi mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral, tetapi memiliki berat badan 41 kg dengan tinggi 156 cm. Hasil penghitungan IMT yaitu
16,85 kg/m2.
Disana terdapat aliran sungai di dekat kebun untuk menyiram tanaman. Tetapi warga juga
sering menggunakan air sungai tersebut untuk buang air besar meskipun sudah ada WC umum.
Air sungai tampak keruh.
Menurut data dari Puskesmas, sejak Januari 2013 jika dirata-rata setiap bulannya terdapat
lebih dari 7 orang yang menderita cacingan. Pada bulan Januari, seorang anak berinisal A (9
tahun) mengalami diare yang disebabkan cacing Ascaris lumbricoides. Bulan Februari, anak
dengan inisial B (11 tahun) tidak mengalami penambahan berat badan. Bulan Maret, seorang
anak dengan nama inisial E (8 tahun) memiliki rambut kering dan perut buncit. Bulan April,
warga dengan inisial C (27 tahun) bisa melakukan aktivitas tetapi tidak fit dan tampak lesu dan
yang terakhir pada bulan Agustus, seorang warga dengan inisial D (30 tahun) mengaku keluar
cacing setiap kali buang air besar.
Warga sudah melakukan pemeriksaan ke Puskesmas untuk masalah kecacingan tetapi
tetap saja ada warga yang kecacingan. Sudah ada tenaga kesehatan khusus promosi kesehatan
tetapi belum pernah mengadakan penyuluhan mengenai kecacingan. Warga dan tokoh
masyarakat menginginkan diadakan penyuluhan.
A. Predispocing Factors ( Faktor Pencetus )
1. Riwayat kesehatan :

a. Menurut data dari Puskesmas, penyakit cacing di Dusun Sukamaju mulai terjadi sejak bulan
Januari 2013 yaitu seorang anak berinisal A (9 tahun) mengalami diare yang disebabkan cacing
Ascaris lumbricoides. Pada bulan Februari, anak dengan inisial B (11 tahun) tidak mengalami
penambahan berat badan. Pada bulan Maret, seorang anak dengan nama inisial E (8 tahun)
memiliki rambut kering dan perut buncit. Pada bulan April, warga dengan inisial C (27 tahun)
bisa melakukan aktivitas tetapi tidak fit dan tampak lesu. Pada bulan Agustus, seorang warga
dengan inisial D (30 tahun) mengaku keluar cacing setiap kali buang air besar
b. Data statistik menunjukkan setiap bulannya lebih dari tujuh orang kecacingan
2. Kondisi fisik :
a. 80% warga memiliki IMT dibawah 19 kg/m2 walaupun asupan makanan tercukupi. Seorang
warga bernama H (19 tahun) meskipun setiap hari makan dengan nutrisi tercukupi mulai dari
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, tetapi memiliki berat badan 41 kg dengan
tinggi 156 cm. Hasil penghitungan IMT yaitu 16,85 kg/m2
b. Air sungai untuk menyiram tanaman di kebun itu keruh karena warga sering buang air besar di
sungai itu
c. Berdasarkan catatan di Puskesmas, warga sering melakukan pemeriksaan ke rumah sakit tetapi
belum ada perubahan. Warga belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang kecacingan.
Dilihat dari riwayat kesehatan, ditemukan warga dengan berbagai macam tanda dan gejala
cacingan seperti rambut kering, diare, keluar cacing setiap kali b.a.b, lesu, tidak fit dan
mengalami penurunan berat badan.
3. Motivasi belajar :
a. Belum pernah ada penyuluhan kecacingan dan penyuluhan melibatkan tokoh penting masyarakat
seperti Kepala Pedukuhan
b. Tempat penyuluhan ditempat yang nyaman, luas, bersih dan dekat
c. Warga ingin tahu pencegahan kecacingan dan ingin diadakan penyuluhan mengenai pencegahan
kecacingan
4. Kesiapan belajar :
a. Mayoritas warga Dusun Sukamaju pada pukul 07.00-15.00 WIB sedang melakukan aktivitas
seperti berkebun, di kantor, di sawah dan aktivitas lainnya.
b. Penyuluhan kecacingan mulai bisa dilakukan setelah pukul 15.00 WIB karena saat itu warga
sudah tidak beraktivitas (luang)
5.

Kemampuan membaca :

a. Setelah dites warga mampu memahami isi bacaan dengan cukup baik
b. 80% warga lulus SMP/sederajat dan sisanya lulus SD/sederajat
B.
1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.

Enabling Factors ( Faktor Pemungkin )


Sarana dan prasarana
WC umum sudah ada
Di Puskesmas ada sarana leaflet, poster dan wireless
Terdapat tempat yang luas untuk sosialisasi yaitu di Balai Dusun Sukamaju
Puskesmas dan Balai Dusun Sukamaju dekat dari rumah warga
Kecukupan jumlah dan jenis tenaga (SDM)
Sudah ada tenaga kesehatan khusus pendidikan kesehatan (Promosi kesehatan) di Puskesmas

tetapi belum pernah mengadakan penyuluhan


b. Tenaga kesehatan siap jika sewaktu-waktu dimintai bantuan untuk melakukan penyuluhan
C. Reinforcing Factors ( Faktor Penguat )
1. Tokoh masyarakat setuju jika diadakan penyuluhan kecacingan
2. Warga dan pemuka masyarakat siap membantu secara material maupun tenaga
D. Analisa Data
No
.
1.

Data
DS :
Warga belum pernah

Penyebab
Kurang informasi

Masalah
Kurang
pengetahuan

mendapatkan penyuluhan
tentang kecacingan dan sangat
ingin diadakan penyuluhan
untuk mengetahui cara
pencegahan kecacingan
DO :
a. Warga b.a.b di sungai padahal
sudah ada sanitasi umum
b. Setiap bulannya ditemukan lebih
E.

dari 7 orang terkena kecacingan


Diagnosis Keperawatan :
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan warga belum
pernah mendapatkan penyuluhan tentang kecacingan, sangat ingin diadakan penyuluhan untuk
mengetahui cara pencegahan kecacingan, warga b.a.b di sungai padahal sudah ada sanitasi umum
dan setiap bulannya ditemukan lebih dari 7 orang terkena kecacingan.

F. Perencanaan :
Berkaitan Diagnosis Keperawatan diatas masalah :
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan warga belum
pernah mendapatkan penyuluhan tentang kecacingan, sangat ingin diadakan penyuluhan untuk
mengetahui cara pencegahan kecacingan, warga b.a.b di sungai padahal sudah ada sanitasi umum
dan setiap bulannya ditemukan lebih dari 7 orang terkena kecacingan.
Akan dilakukan Penyuluhan Kesehatan dengan topik / pokok bahasan Kecacingan pada hari
Jumat, 27 September 2013 pukul 15.00 - 15.45 WIB.

BAB II
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik/Pokok Bahasan
Sub Pokok Bahasan
Sasaran : Penyuluhan
Program

: Kecacingan atau Penyakit Cacingan


: Penyakit cacing dimasyarakat
: Warga Dusun Sukamaju
: Warga Dusun Sukamaju

Hari, Tanggal

: Jumat, 27 September 2013

Pukul

: 15.00 - 15.45 WIB

Penyuluh/Promotor

: 1. Amalia Kristi
2. Cahya Dwi Rismawati
3. Erman Suryana

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------A. Tujuan Instruksional Umum :


Warga Dusun Sukamaju setelah diberi promosi kesehatan selama 45 menit, warga Dusun
Sukamaju mampu memahami pencegahan dan mau mencegah kecacingan.
B.

Tujuan Instruksional Khusus :


Warga Dusun Sukamaju setelah diberi promosi kesehatan selama 45 menit, warga Dusun
Sukamaju mampu :
1.
2.
3.
4.
5.

Menjelaskan pengertian kecacingan


Menjelaskan cara penularan kecacingan
Menyebutkan tanda dan gejala kecacingan
Menyebutkan jenis cacing penyebab kecacingan
Menyebutkan cara pencegahan kecacingan

C. Garis Besar Materi :


1.
2.
3.
4.
5.

Pengertian kecacingan
Cara penularan kecacingan
Tanda dan gejala kecacingan
Jenis cacing penyebab kecacingan
Pencegahan kecacingan

D. Metode Penyuluhan :
1. Ceramah
2. Tanya jawab
E.

Media dan Alat :


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Leaflet, poster dan Power Point


LCD atau proyektor
Sumber arus listrik yang memadai
Komputer
Kursi dan meja
Terminal listrik (Kabel roll)
Tempat yang luas untuk sosialisasi (Balai Dusun Sukamaju)
Daftar pertanyaan dan daftar wawancara

F. Alokasi Waktu :
No
.
1.

Kegiatan
Pembukaan

Uraian
Mengucapkan salam

Waktu
3 menit

Kontrak waktu
2.
3.

Sambutan

Appersepsi
Ketua Panitia

5 menit

Penyuluhan

Tokoh masyarakat
Penyampaian materi inti

35 menit

Tanya jawab
6.

Penutupan

Wawancara
Merangkum materi penyuluhan
Penyerahan bingkisan
Mengucapkan salam

G.
LCD

LCD

2 menit

Setting

Tempat :

H. Evaluasi :
No
.
1.

2.

Aspek
Kognitif

Afektif

Waktu

Metode

Alat

Evaluator

15 menit

Tanya jawab Daftar

Amalia Kristi

setelah

mampu

dan

pembacaan

menjelaskan

materi
5 menit

Wawancara

setelah tanya
jawab

pertanyaan

Erman
Daftar
wawancara

Suryana
Cahya Dwi R.

H. Daftar pertanyaan dan Jawaban :


1. Kognitif
a. Jelaskan pengertian kecacingan!
Jawab : Penyakit cacing atau kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing parasit
b. Melalui apa cacing masuk ke tubuh?
Jawab : Melalui makanan, minuman, atau melalui kulit
c. Apa media penularan cacing!
Jawab : Tanah
d. Sebutkan 3 tanda dan gejala kecacingan ringan :
Jawab : Kadang tidak menimbulkan gejala nyata, lesu, tidak bergairah, suka mengantuk, badan
kurus meski porsi makan melimpah, suka menggaruk-garuk anusnya saat tidur dan gangguan ini
menyebabkan, kurang zat gizi, kurang darah atau anemia .
e. Sebutkan satu ciri infeksi cacing berat!
Jawab : Cacing dapat bermigrasi ke organ lain yang menyebabkan peritonitis, akibat perforasi
usus dan ileus obstruksi akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian
f. Sebutkan satu ciri infeksi cacing yang berkelanjutan !
Jawab : Menurunnya status gizi, daya tahan tubuh menurun dan memudahkan terjadinya infeksi
penyakit lain (HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria)
g. Sebutkan jenis cacing penyebab kecacingan!
Jawab : Cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing kremi
h. Sebutkan cara pencegahan kecacingan!
Jawab : Memakai alas kaki, cuci tangan, cuci sayur dan buah sebelum diolah, potong kuku,
jangan b.a.b. sembarangan, hati-hati makanan setengah matang dan mentah, bersihkan kotoran
hewan peliharaan dan bertanamlah yang baik
2. Afektif
Setelah diberikan penyuluhan, apakah anda bersedia untuk merubah perilaku hidup sehat
bebas dari kecacingan? Ya, mau karena ... (Jawaban menuju ke tindakan pencegahan kecacingan)

PEMERIKSAAN ABDOMEN Pemeriksaan abdomen pada bayi dan anak kecil dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut yaitu Inspeksi , palpasi , perkusi , auskultasi .
Hanya saja urutannya berbeda yaitu auskultasi dilakukan setelah inspeksi dan
sebelum perkusi , agar interpretasi hasil auskultasi tidak salah. INSPEKSI Penilaian
pada inspeksi , antara lain : 1.Ukuran dan bentuk perut o Otot perut anak biasanya
lebih tipis dari pada dewasa . Jika anak tidur terlentang , perut menjadi datar. Jika
anak berdiri terjadi lordosis sehingga perut kelihatan menonjol / buncit. o Perut
buncit dapat simetris dan asimetris . Buncit simetris misalnya terjadi pada kasus
hipokalemi , hipotiroidea , rakitis , penimbunan lemak dinding perut , udara bebas di
dalam rongga peritoneum . o Buncit asimetris terjadi pada poliomelitis ,
pembesaran organ intra abdominal , airofagia , akibat menangis atau kesalahan
pembnerian minum . o Bentuk perut yang cekung 9 skafoid ) pada posisi terlentang
tampak pada bayi baru lahir dengan di hernia diafragmatika yang besar . sehingga
sebagian besar isi rongga perutnya berada dala rongga dada . Misal pada pasien
malnutrisi , dehidrasi berat , ileus obstruksi tinggi , pneumothorax. 2. Dinding perut
o Kulit keriput terlihat pada bekas asites yang sangat besar , malnutrisi , serta
penurunan tekanan intraabdominal secara mendadak. o Gambaran vena dinding
abdomen terdapat pada anak dengan gizi kurang atau buruk. o Diastasis rekti 9
penonjolan 1-5cm pada garis tengah , biasanya diantara umbilicus dan pprocesus
xifoideus atau amtara umbilicus dan simfisis ) o Omfalokel ( kantong peritoneum
dan selaput a,niom yang berisikan organ intraabdominal ) Terjadi karen terdapat
defek pada cincin umbilikus . o Gastroskisis ( Eviserasi usus melalui defek pada otot
rektus abdomnalis disebelah lateral umbilicus ) o Uracus yang paten , menyebabkan
urin kelur dari umbilicus terutama bila kandung kemih ditekan . sisa urakus mungkin
dapat diraba berupa suatu bentuk seperti tali pusat yang menghubungkan
umbilicus dengan kandung kemih . o Abses dan neoplasma , misalnya
hemangioma , lipoma , teratoma . o Sindroma prune belly ( tidak terbentuknya
seluruh atau sebagian dinding perut ) 3. Gerakan dinding perut o Pada pernafasan
bayi dan anak sampai umur 6-7 tahub dinding abdomen lebih banyak bergerak
dibanding dada. Pergerakannya akan berkurang ppada appendicitis , peritonitis ,
ilius paraliticus , paralisis diafragma . Dan bertambah pada kelainan paru . o
Peristaltik usus dilihat dengan mengarahkan lampu pada dinding perut , dan
pemeriksa mengamati dengan posisis mata setinggi perut pasien . Biasanya dapat
dilihat pada bayi prematur atau anak yang sangat kurus . AUSKULTASI 1.Suara
peristaltik Intensitas rendah , terdengar tiap 10-30 detik . Menjadi tinggi pada
obstruktif traktus gastrointestinalis. Bertambah pada gastroenteritis , dan berkurang
pada peritonitis / ileus paralitikus. 2.Bising ( bruit ) Terdengar pada seluruh
permukaan perut pada koarktasio aorta abdominalis. 3.Dengung vena Pada
obstruksi vena porta namun jarang terjadi 4.Suara booming atau pistol shot serta
bising konntinu di a . femoralis 9 tanda Durosiez ) merupakan petunjuk terdapatnya
insufisiensi aorta , duktus arteriosus persisten , atau keadaan lain yang
menyebabkan tekanan nadi besar . PERKUSI o Tujuannya untuk menentukan adanya
cairan bebas atau udara di dalam rongga abdomen dan juga untukmenentukan
batas hati serta batas massa intraabdomen o Cara perkusi sama dengan perkusi

dada , hanya penekanan jari lebih ringan dan ketukan juga lebih perlahan .
Dilakukan di daerah epigastrium secara sitematis menuju bagian bawah abdomen.
o Suara perkusi normal abdomen adalah timpani kecuali hati dan limpa. o Perkusi ini
juga ditujukan untuk menentukan adanya cairan bebas atau udara didalam rongga
abdomen dengan menggunakan 4 cara , yaitu : 1) Pada posisi anak terlentang ,
lakukan perkusi sitematik dari umbilicus kearah lateral dan bawah , untuk mencari
batas berupa garis konkaf antara daerah yang timpani dengan daerah pekak yang
terdapat bila terjadi asites 2) Menentukan adanya daerah redup yang berpindah
( shifting dullnes ) , lakukan perkusi di umbilicus ke sisi perut , untuk mencari
daerah redup atau pekak . Daerah redup akan menjadi timpani bila anak berubah
posisi dengan cara memiringkan pasien 3) Menentukan adanya gelombang cairan
( undulasi ) . Dilakukan pada asites yang snagat banyak dan dinding abdomen yang
tegang . Paien posisi terlentang , satu sisi tangan pemeriksa diletakkan pada satu
sisi perut pasien , jari tangan satunya mengetuk dinding perut sisi lainnya . Minta
pertolongan orang lain untuk meletakkan satu tangan ditengah abdomen pasien
dengan sedikit menekan . Pada asites dapat dirasakan gelombang cairan pada
tangan pertama . 4) Menentukan daerah yang redup pada bagian terendah perut
pada posisi anak tengkurap dan nungging 9 knee chest potition 0, dilakukan pada
anak besar dengan asites sedikit ( puddle sign ) PALPASI o Merupakan bagian
terpenting dari pemeriksaan abdomen . dapat dilakukan secara monomamnual dan
bimanual o Alihkan perhatian anak dari abdomen selama pemeriksaan . atau
lakukan pembicaraan topik yang ia sukai pada anak yang sudah mengerti . o Palpasi
dilakukan pada daerah yang tidak sakit terlebih dahulu. Yang dinilai pada saat
melakukan palpasi adalah : 1.Ketegangan dinding perut dan nyeri tekan o Jangan
tanyakan dimana lokasi nyeri pada anak , karena ia hampir selalu menunjuk ke arah
pusat . o Adanya tempat yang nyeri dilihat dari perubahan mimik atau perubahan
nada tangisan , dan terdapat nyeri lepas. o Lokasi nyeri tidak selalu berhubungan
dengan kelainan organ di daerah tersebut . o Nyeri kuadran kanan atas :
Hepatomegali , hepatitis , invaginasi o Nyeri kuadran kiri atas : splenomegali ,
rupture limpa , invaginasi o Nyeri diatas umbilikus : Gastroenteritis , batuk keras ,
ulkus peptikum o Nyeri dibawah umbilikus : sistitis o Nyeri yang tidak menentu
tempatnya : ISPA , limfadenitis mesenterika , o 2.Palpasi organ intraabdominal
HEPAR o Dapat dilakukan secara bimanual dan monomanual , dengan menilai
ukuran , konsistensi , tepi , permukssn , nyeri tekan . o Untuk melakukan
pengukuran besarnya hati dilakukan 2 garis , yaitu ; -Garis yang menghubungkan
pusat dengan titik potong middklavikularis kanan dengan arkus aorta . -Garis yang
menghubungkan pusat dengan prosesus xifoideus o Pembesaran hati diproyeksikan
dengan berapa bagian dari garis tersebut ( misalnya 1/3-1/2) atau dinyatakan
dalam cm. o Dalam keadaan normal umur 5-6 tahun hati masih dapat teraba
sampai 1/3-1/3 tepi tajam konsistensi kenyal ,permukaan rata , dan tidak ada nyeri
tekan. o Heepatomegali terdapat dalam berbagai keadaan , misalnya hepatitis ,
sepsis , anemia , keganasan , malnutrisi , dll . LIMPA o Dilakukan secara mono /
bimanual . Teraba seperti ujung lidah yang tergantung dikiri atas , sehingga
splenomegali dapat dibedakan dengan pembesaran lobus kiri hati . o Pada keadaan

normal dapat diraba 1-2cm dibawah arkus kosta . o Besarnya limpa diukurk
menurut cara Schuffner . Jarak dari pusat ke garis singgung pada arkus aorta kiri
dibagi menjadi 4 bagian yang sama . garis ini diteruskan ke bawah sehingga
memotong lipat paha , garis dari pusat ke lipat paha ini juga dibagi menjadi 4
bagian yang sama . o Pembesaran limpa dinyatakan dengan memproyeksikannya
ke dalam bagian tersebut. o Splenomegali bisa terjadi pada penyakitn infeksi
( sepsis, demam tiroid , malaria ) , penyakit darah ( thalasemia , anemia sel sabit ,
leukimia ) , dll GINJAL o Normalnya tidak terba akecuali pada neonatus. o Ginjal
yang membesar dapat diraba dengan cara ballotement yang juga dipergunakan
untuk meraba organ atau massa lain yang terletak retroperitoneal. Caranya adalah
dengan meletakkan tangan kiri pemeriksa dibagian posterior tubuh pasien
sedemikian sehingga jari telunjuk berada di angulus kostovertebralis . Kemudian jari
telunjuk ini menekan organ atau massa keatas , sementara itu tangan kanan
melakukan palpasi secara dalam dari anterior dan akan merasakan organ atau
massa tersebut menyentuh , kemudian jatuh kembali KANDUNG KEMIH Pada bayi
dan anak kecil , kandung kencing yang penuh mungkin dapat diketahui dari inspeksi
, palpasi atau perkusi . Kadang kandung kencing terisi penuh samapi ke pusat .
Keadaan ini dapat ditemukan pada meningitis , pasien koma , dan kasus
pascabedah . Disfungsi neurogen kandung kencing mungkin dapat ditemukan pada
miodisplasia atau pada sindrom regresi kaudal. MASSA INTRAABDOMINAL o Yang
perlu diperhatikan selain ukuran serta letak massa tersebut adalah , konsistensi ,
tepi atau konfigurasi , permukaan , pulsasi , myerti tekan , fluktuasi ,mobilitas ,
serta hubungannya dengan alat sekitar . o Contoh massa intraabdominal : Tumor
Wilms : konsistensi keras , unilateral , permukaan rata , dan tidak dapat melewati
garis tengah. Neuroblastoma : konsistensi keras ( < tumor wilms ) , permukaan
nodular dan tidak teratur , meewati garis tengah Rhabdomyosarkoma ambrional :
tumor ganas dengan massa yang tidak bisa digerakkan , terletak retroperitoneal
dari pelvis , VU , vagina Kista duktus koledokus : massa dengan nyeri tekan yang
terletak dibawah hati sehingga sukar dibedakan dari hati yang membesar sebagian
Intususepsi : massa berbentuk seperti sosis dan nyeri tekan dapat diraba pada
kuadran kanan bawah. Henia Inguinalis : adanya massa di daerah inguinal. Feses
yang mengeras (skibala) teraba sebagai massa yang berbenjol-benjol dan tidak
nyeri tekan . ANUS dan REKTUM 1.Daerah perianal , dapat di temukan : o Kelainan
kongenital : tumor sakrokoksigeus o Abses perianal , biasanya berhubungan dengan
fistula rektum 2.daerah anus , dapat ditemukan : o Kelainan kongenital : anus
imperforata dan atresia ani yaitu tidak terbentuknya anus o Fisura ani : lesi berupa
sayatan pada mukosa anus dan paling sering menyebabkan konstipasi pada anak
sampai umur 2 tahun o Polip rektum : benjolan warna merah seperti buah cherry
yang dapat menyebabkan perdarahan per anum o Hemorroid : oleh karena
hiupertensi portal , jarang pada anak o Investasi cacing kremi : dapat terjadi di
lipatan daerah perianal danmukosa rektum serta daerah perianal yang dapat
menyebabkan rasa gatal o Diaper rash : erupsi berwarna kemerahan yang dapat
disertai vesikula serta papula di sekitar rektum,lipat paha dan genitalia eksterna
3.pemeriksaan colok dubur o anak dalam posisi tengkurap dan fleksi pada kedua

sendi lutut , tangan pemeriksa memakai sarung tangan . o dilakukan bila terdapat
indikasi yang mengarah ke gawat perut (abdomen akut) dan kelainan yang di
te,mukan di daerah dubur . o lokasio kelainan di nyatakan dengan merujuk angkaangka pada jam . titik yang paling ventral dari pasien adalah angka 12, paling
dorsal angka 6, sisi kiri pasien angka 3dan sisi kanan angka 9 . o berikut hal-hal
yang harus di perhatikan dalam pemeriksaan colok dubur : 1) ada tidaknya anus 2)
tonus sfingter : normal, bertambah atau berkurang. Bertambah pada stenosis ani
ygang akan menyebabkan rasa sakit saat defekasi dan konstipasi Berkurang pada
pasca operasi anus imperforata yang menyebabkan sfingter ani eksterna tidak
berfungsi baik. 3) Ada tidaknya bagian yang menyempit atau melebar 4) Ada
tidaknya fistula Fistula rektovaginal : jari pemeriksa dapat masuk dari rektum ke
vagina Fistula rektouretral : jari pemeriksa dapat masuk ke uretra 5) Ada tidaknya
nyeri , misal pada fisura ani atau lesi peradangan sekitar anus dan rektum. Rasa
dapat di lihat dari ekspresi wajah pasien 6) Ada tidaknya fese di dalam rektum 7)
Massa tumor 8) Prostat , normal tidak teraba pada bayi dan anak kecil 9) Uterus dan
ovarium , dapat diraba pada usia pubertas , uterus teraba sebagai massa yang
berbentuk oval dengan ukuran 1-2 cm di sebelah anterior rektum serta 3-4cm di
atas simfisis . Ovarium berukuran 0,5 -1 cm , kira-kira 2-3 cm di lateral kanan dan
kiri atas uterus. GENITALIA Pemeriksaan genitalia pada anak dilakukan dengaan
cara inspeksi dan palpasi . pada neonatus sangat penting untuk deteksi dini
beberapa kelainan bawaan seperti pseudohermafroditisme,hiperplasia korteks
kongenital atau defek perkembangan lainnya . 1.Genitalia wanita 1.1 Genitalia
eksterna : normal genitalia eksterna bayi prematur dan sebagian bayi cukup bulan
belum tampak berkembang dengan sempurna . labia minor relatif menonjol
terutama pada bayi premature serta berwarna kemerahan klitoris normal < 5mm ,
pada bayi prematur tampak lebih menonjol . klitoris yang sangat besar curiga
kemungkinan virilisasi pada hiperplasia korteks adrenal sebaliknya klitoris mengecil
dengan hipoplasia labia couriga sindrom Prader-Will . sindroma feminisasi testis
yaitu massa di inguinal pada anak yang fenotipnya wanita 1.2 Tanda seks
sekunder : rambut pub ik normal timbul umur 12tahun , bila terdapat rambut pubik
sebelum umur 8tahun harus dicurigai terdapatnya pubertas prekoks 1.3 Sekret
yang keluar dari lubang genital : sekret jernih,mukoid atau berdarah mungkin
ditemukan pada bayi cukup bulan terutama pada hari ke-2 dan ke-3 . sekret yang
berasal dari uretra pada anak selalu berarti patologis dan perlu dicurigai adanya
infeksi traktus urinarius 2.Genetalia lelaki Perhatikan ukuran , betuk penis dan testis
serta kelainan perkembangan misal hipospadia,epispadia serta kelainan seperti
infeksi ,ulserasi dan lain-lain. Pertumbuhan dan perkembangan penis,testis,prostat
sejalan dengan umur dan merupakan refleksi aktivitas hormon androgen . Berikut
Maturasi Genitalia meurut Tanner : o Stadium 1 : massa pra-pubertas o Stadium 2 :
skrotum dan testis membesar ,kulit skrotum kemerahan dan teksturnya berubah o
Stadium 3 : penis membesar dan memanjang disertai pertumbuhan testis dan
skrotum lebih lanjut o Stadium 4 : lebar penis terus bertambah , demikian juga
skrotum dan testis terus berkembang ; kulit skrotum menjadi lebih gelap . o
Stadium 5 : bentuk dan ukuran genitalia eksterna sama dengan dewasa 2.1 Penis :

panjang penis bayi cukup bulan ialah 3,9 0,8 cm o Mikropenis : penis sangat kecil
dapat ditemukan pada hipogonadisme hipogonadotrofik , hipogonadisme primer
( sindrom klinefelter atau degenerasi testis pada masa janin. o Hiperplasia korteks
adrenal : pembesaran oenis,skrotum dan prostat . o Pada bayi normal sewaktuwaktu dapat terjadi ereksi.ereksi yang menetap mungkin berhubungan dengan
iritasisetempat,uretritis,batu uretra atau kandung kencing . o Epispadia : muara
uretra yang terdapat di bagian dorsal penis o Hipospadia : orifisium uretra berada
dipermukaan ventral penis o Apakah ada ulserasi pada meatus uretra yang terjadi
pada bayi laki-laki terutama yang sudah sirkumsisi o Fimosis : pembukaan
prepusium yang kecil sehingga prepusium tidak dapat ditarik ke belakang gland
penis . normal sampai umur 4tahun prepusium masih melekat pada gland penis o
Parafimosis : kulit luar penis mengalami retraksi sehingga tidak dapat ditarik
kebawah 2.2 Skrotum dan Testis Testis o Normal pada bayi cukup bulan testis sudah
berada dalam skrotum,sedangkan pada bayi kurang bulan testis seringkali berada
dalam kanalis inguinalis . oleh karena itu , evaluasi keadaan tidak turunnya testis
kedalam skrotum (kriptokismus) harus dilakukan dengan pemeriksaan berulang
kali . o Bila testis tidak terdapat di kanalis inguinalis , mungkin berada di dalam
rongga abdomen atau tidak ada sama sekali . Meskipun sangat jarang,testis dapat
ditemukan ektopik yaitu di femoral , pangkal penis atau perineum . o Normal testis
kiri lebih rendah daripada kanan. Bila sebaliknya mungkin terdapat situs inversus
totalis . Pertumbuhan testis yang cepat terjadi antara umur 9-14 tahun yang disertai
penipisan skrotum dan perubahan warna menjadi kemerahan . o Perhatikan tanda
seks sekunder : rambut pubik laki-laki timbul pada umur 13,5 + 1,2 tahun . bila
sudah ada sebelum umur 9 tahun curiga pubertas prekoks . o Peradangan testis
(orkitis) ditandai dengan pembengkakan skrotum ,nyeri dan berwarna kemerahan ,
biasanya oleh karena virus Coxackie,parotitis,Echo atau Rubella . Skrotum o
Perhatikan penyebab pembesaran skrotum , oleh cairan,gas atau massa padat. Bila
isi skrotum membesar dan tidak dapat didorong ke arah kanalis inguinalis curiga
hernia inkarserata atau hidrokel . cara menbedakannya ialah dengan palpasi , pada
hernia akan akan teraba krepitasi dan timbul rasa sakit apabila di dorong ke arah
kanalis inguinalis . o Pembengkakan skrotum dapat disebabkan oleh epididimitis
atau torsi epididimis atau torsi testis yang di tandai warna kemerahan di sertai rasa
sakit .penyebab lain edema skrotum akut adalah peritonitis serta purpura HenochSchonlein . o Varikokel tampak atau teraba sebagai suatu massa di atas testis kiri
yang akan bertambah besar bila anak berdiri dan mengecil bila berbaring . o
Terakhir perhatikan kelenjar limfe inguinal dan di rinci karakteriktisnya mulai dari
ukuran,nyeri tekan,mudah di gerakkan atau tidak . Normal ukuran KGB di daerah
inguinal kurang dari 1 cm

Anda mungkin juga menyukai