Konflik Tiada Akhir di Somalia Sejak 1980-an

Potongan Nostalgia
#PotonganNostalgia || Mari bernostalgia! Menjelajah apa yang sudah mulai terlupakan, atau bahkan belum sempat diingat
Konten dari Pengguna
1 Juli 2018 15:24 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Potongan Nostalgia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konflik di Somalia. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Konflik di Somalia. (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kekerasan, perang, dan konflik yang tak kunjung usai di wilayah Somalia membuat negara itu memiliki predikat sebagai salah satu wilayah paling berbahaya di bumi. Gambaran situasi di Somalia itu sudah terjadi sejak tahun 1980-an.
ADVERTISEMENT
Perang saudara yang terus terjadi tanpa henti telah memakan korban yang sangat besar. Rezim terus berganti, namun tidak ada yang sanggup menghentikannya, seakan kekerasan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di negara itu.
Pembantaian terhadap warga sipil oleh pihak militer menjadi pemandangan yang sering terlihat di sana. Jumlah korban yang tewas untuk mencapai kedamaian di Somalia mencapai ratusan ribu jiwa. Salah satu perang sipil yang paling brutal terjadi pada 1991.
Saat itu, pertikaian tidak hanya melibatkan pihak militer dan para militan, tetapi juga kelompok Islam garis keras ikut memanaskan suasana di Somalia. Tidak ada masa depan bagi rakyat Somalia, perang berpotensi memecah bangsa dalam kehancuran.
Menyikapi peperangan yang tak kunjung dapat dikendalikan, pada 1992 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi. Akhirnya koalisi United Nations Peacekeepers, yang dipimpin oleh Amerika, membentuk UNITAF. Mereka kemudian datang ke Somalia dengan misi kemanusiaan dan perdamaian.
ADVERTISEMENT
Pasukan gabungan pimpinan AS itu masuk ke wilayah Somalia untuk mengamankan suasana. Mereka memburu para militan dan pejuang Islam yang dianggap sebagai sumber dari rusaknya perdamaian di Somalia. Namun, apakah benar demikian?
Dilihat dari kaca mata manapun, serangan yang dilakukan pasukan Amerika itu merupakan kejahatan kemanusiaan. Pasalnya, serangan itu telah menewaskan rakyat sipil yang cukup besar di beberapa wilayah di Somalia.
Mereka seperti tidak pandang bulu mengenai siapa yang sedang mereka buru. Namun, pihak AS selalu membantah telah melakukan pembantaian di wilayah Somalia tersebut.
AS mengatakan bahwa target yang mereka buru hanyalah para pemberontak yang menganggu keamanan negara. Berbagai pihak mulai meragukan tindakan pasukan Amerika, mereka mempertanyakan korban-korban yang tewas.
ADVERTISEMENT
Peristiwa lain yang melibatkan pasukan Amerika di wilayah Somalia terjadi pada bulan November 2011. Setidaknya ada 127 warga sipil yang tewas dalam serangan pesawat tanpa awak milik Amerika di wilayah Somalia dan wilayah barat laut Pakistan yang berbatasan dengan Afganistan.
Serangan mematikan itu terjadi kurang lebih selama dua hari. Pasukan Amerika melancarkan serangan di pinggiran kota Hoomboy, di wilayah Juba Tengah, Somalia Selatan. Serangan lain dilakukan pihak Amerika di kota Jamame, wilayah Jubbada Hoose, Somalia Selatan. Sekitar 28 orang menjadi korban, dan puluhan lainnya terluka cukup parah.
Tidak lama dari serangan di Somalia Selatan itu, pesawat tanpa awak Amerika kembali melancarkan serangan ke wilayah Waziristan Utara, barat laut Pakistan. Serangan itu terjadi di desa Khel Darpa, sekitar 4 km dari kota Miranshah, distrik Waziristan Utara.
ADVERTISEMENT
Bahkan, beberapa desa di wilayah Qeydar dan Marodile juga tak luput dari serangan pasukan Amerika. Serangan udara itu setidaknya menewaskan 38 orang, dan lebih dari 74 orang mengalami luka berat.
Menurut beberapa sumber, korban di wilayah Somalia banyak yang berasal dari kalangan sipil. Mereka terdiri dari ribuan anak-anak yang kehilangan masa depannya. Banyak dari mereka yang tewas dengan cara yang mengenaskan. Sebagaimana laporan dari PBB, hingga bulan Mei 2011, terdapat ribuan anak yang menjadi korban perang di Somalia.
Kini, gejolak perang di wilayah Somalia mulai menurun. Pasca-perang masyarakat mulai membangun kembali tempat tinggal mereka. Bangunan yang sebelumnya hancur akibat serangan saat perang mulai dibangun. Bantuan dari dunia internasional tidak henti-hentinya berdatangan untuk membantu pembangunan, terutama untuk menghilangkan trauma yang dialami anak-anak pasca perang terjadi.
ADVERTISEMENT
Sumber: Elga, A. Yusrianto. 2014. Kisah-Kisah Pembantaian Kejam dalam Peperangan Dunia. Yogyakarta: Palapa