Academia.eduAcademia.edu
Kriminalisasi Perbuatan Catcalling Di Indonesia Criminalization of Catcalling Acts In Indonesia Reynaldi Rafi Pramana Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia 089697531773, reynaldi.rafi50@gmail.com Abstrak Catcalling (street harassment), yang tidak ada padanan katanya di Indonesia, atau pelecehan di jalan, yang dapat didefinisikan sebagai melontarkan kata-kata pornografi/seksual atau genit, perilaku gatal atau centil pada individu lain yang menimbulkan ketidaknyamanan. Siapa pun bisa terkena catcalling, dan itu sudah dianggap normal. Perbuatan Catcalling di Indonesia telah banyak terjadi di daerah pejalan umum. Perilaku yang menormalisasikan catcalling, lemahnya institusi hukum dalam menyelesaikan kasus catcalling, dan kurang beraninya korban melaporkan catcalling harus diubah. Dalam masyarakat saat ini, catcalling tidak lagi dianggap dapat diterima. Meski akan sulit diubah karena catcalling sudah diterima masyarakat sejak dulu, namun catcalling bisa dihilangkan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum. Melalui persoalan hukum tersebut ditarik satu rumusan masalah yaitu Apakah Perbuatan Catcalling Di Indonesia Perlu Untuk Dikriminalisasikan. Metode penelitian ini mengenakan penelitian hukum normatif dengan memakai tiga pendekatan hukum yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan perbandingan hukum. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, Pasal 281 KUHP, Pasal 315 KUHP, Pasal 9 UU Pornografi, dan Pasal 35 UU Pornografi telah digunakan dalam menjatuhkan hukuman bagi para pelaku perbuatan Catcalling atau pelecehan di jalan. Catcalling, di sisi lain, seringkali bebas dari jeratan hukum di bawah undang-undang ini karena beragam kosakata yang digunakan di masing-masing pasal ini. menurut kesimpulan penelitian ini Catcalling harus dikriminalisasi, dan perlu dibuat regulasi yang menguraikan tindakan catcalling atau pelecehan yang terjadi di jalan dan dikaji oleh sistem hukum Indonesia. Kata kunci: Kriminalisasi, Catcalling, pelecehan di jalan Abstract Catcalling, which has no equivalent in Indonesia, or street harassment, which can be defined as throwing pornographic/sexual or flirtatious words, itching or coquettish behavior at other individuals that causes discomfort. Anyone can get catcalling, and that's considered normal. Catcalling in Indonesia has happened a lot in public pedestrian areas. The behavior that normalizes catcalling, the weakness of legal institutions in resolving catcalling cases, and the lack of courage for victims to report catcalling must be changed. In today's society, catcalling is no longer considered acceptable. Although it will be difficult to change because catcalling has been accepted by the community for a long time, but catcalling can be eliminated by involving all levels of society and law enforcement officials. Through these legal issues, one problem formulation was drawn, namely whether the act of catcalling in Indonesia needs to be criminalized. This research method uses normative legal research using three legal approaches, namely the statutory approach, conceptual approach, and comparative law. Based on the findings of this study, Article 281 of the Criminal Code, Article 315 of the Criminal Code, Article 9 of the Pornography Law, and Article 35 of the Pornography Law have been used to impose penalties for perpetrators of catcalling or street harassment. Catcalling, on the other hand, is often free from legal entanglement under these laws because of the variety of vocabulary used in each of these articles. According to the conclusion of this study, catcalling should be criminalized, and regulations need to be made that describe acts of catcalling or harassment that occur on the street and reviewed by the Indonesian legal system. Keywords: Catcalling, Street Harassment, Criminalization Latar Belakang Konstitusi Negara Republik Indonesia, khususnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), mengatur bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan ketenangan, serta perlindungan dari ancaman ketakutan. Hak ini juga dilindungi oleh Pasal 30 UU HAM No. 39 Tahun 1999. (UU HAM). Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan langkah-langkah lainnya menjunjung tinggi hak atas keamanan ini. Kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini tidak tegas memudahkan munculnya perbuatan melawan hukum di masyarakat. Karena kekosongan norma yang mengatur tindakan yang seharusnya melanggar hukum, maka mengakibatkan timbulnya perlakuan tersebut mudah terjadi di masyarakat.. Meskipun telah mempunyai berbagai kebijakan yang sudah diterapkan yang menjamin rasa aman, namun rasa aman ini masih belum terealisasikan sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui Tempat-tempat umum, seperti angkutan umum, fasilitas olahraga, dan supermarket, serta tempat-tempat yang seharusnya menciptakan rasa aman, seperti sekolah dan tempat kerja, masih bisa menjadi tempat yang dirasa tidak aman. Melalui perasaan dari ketidakamanan tersebut menimbulkan perbuatan pelecehan yang sampai sekarang ini marak terjadi adalah perbuatan pelecehan yang dillontarkan dengan verbal atau yang sekarang biasa disebut sebagai perbuatan “Catcalling”. Catcalling / “Street Harassment” merupakan perbuatanj pelecehan yang pada umumnya dilakukan oleh orang orang di tempat umum atau kerumunan dengan melakukan bermacam-macam perlakuan, mulai dari hanya sekedar menyapa “Hai cantic/ganteng”, hai manis, Boleh kenalan ga? Dengan disertai nada yang dibuat-buat menjadi menggoda dan apabila tidak direspon akan mulai mengikuti/ mengejar serta mulai menyentuh tangan, pundak atau bagian yang privasi. Kejadian ini menimbulkan rasa yang tidak aman bagi masyarakat dan sekarang semakin sering kita temukan namun masih luput dari perhatian. Hal tersebut terkesan dianggap oleh masyarakat sebagai hal yang normal dikarenakan kurang pahamnya masyarakat terhadap hukum, tidak mengganggu urusan mereka atau menganggap itu adalah masalah personal agar tidak ikut terkena godaan juga, dan saat ini perbuatan tersebut menjadi fenomena di masyarakat disebabkan karena tindakan hal nyata dan juga disaksikan secara langsung oleh panca indera. Catcalling sendiri, yang selama ini masih belum ada definisi yang sempurna di Indonesia, atau yang paling mendekati adalah pelecehan verbal, yang mana dapat didefinisikan sebagai tindakan seperti mengucapkan kata kata yang bersifat cabul, pornografi/seksualitas atau menggoda, menggelitik atau perilaku centil pada orang lain yang mengakibatkan timbulnya rasa yang tidak aman dan tidak nyaman. Yayan Sakti Suryandaru, 2007, "Pelecehan Seksual Melalui Media Massa", Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan Politik Universitas Airlangga, Vol. 20 No. 4, hal. 3 Perbuatan Catcalling tergolong dalam perbuatan pelecehan seksual yang terjadi secara bukan melalui fisik yang dapat terjadi kepada personal terhadap seseorang tidak secara sukarela. Perbuatan ini semakin marak terjadi di Indonesia dikarenakan pengaturan hukum yang masih belum jelas menspesifikasinnya. Perbuatan ini sejatinya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja dan dampak bagi para korban dari perbuatan ini bisa beragam pula, yaitu merasa tidak aman, tidak nyaman untuk keluar dari rumah maupun perjalanan pulang, menjadi mudah merasa gelisah dan takut serta bahkan dapat menimbulkan trauma mendalam yang dapat mengganggu mental kejiwaannya. Kebiasaan masyarakat untuk menormalkan pelecehan di jalanan, ketidakmampuan sistem hukum untuk menyelesaikan kasus pelecehan di jalanan, dan keberanian korban untuk melaporkan insiden pelecehan, semuanya harus diubah. Pelecehan ini tidak lagi dianggap sebagai hal yang lumrah di masyarakat. Meski sulit diubah, mengingat hal ini sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat sejak dahulu, namun jika melibatkan semua lapisan masyarakat dan aparat penegak hukum, Catcalling pasti bisa dihilangkan. Menurut hasil dari survei Pelecehan di Tempat Umum, 64% dari 38.766 wanita, 11% dari 23.403 pria, dan 69% dari 45 gender lain pernah mengalami kejadian pelecehan di tempat umum ini. Sebagian besar dari korban juga mengaku bahwa mereka pernah mengalami pelecehan verbal melalui komentar kepada bagian tubuh mereka sebesar 60%, memegang bagian privasi pada badan sebanyak 24% dan melalui pandangan visual motoric yang disertai dengan rayuan flirting 15%( Sumber: Survei Pelecehan Seksual Di Ruang Publik). Meskipun bias dilihat melalui hasil survei yang telah dibeberkan masih saja dapat ditemukan banyak sekali lapisan masyarakat yang masih belum bisa paham mengenai kejadian ini dikarenakan munculnya stereotip Gender yang dibentuk masyarakat yakni Patriarki yang mengakibatkan pelecehan ini menjadi dipandang dalam dua sudut pandang, yaitu sudut pandang yang melihat bahwa hal ini merupakan lelucon serta pujian dan sudut pandang satunya yang memandang bahwa hal ini tidak aman dan termasuk dalam pelecehan. Angeline Hidayat, Yugih Setyanto. Fenomena Catcalling sebagai Bentuk Pelecehan Seksual secara Verbal terhadap Perempuan di Jakarta. Jurnal Masyarakat Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanegara. Hal. 2 ActionAid yang merupakan federasi global dengan profesi yang bertujuan untuk dunia yang bebas dari kemiskinan dan ketidakadilan melalui bekerja untuk mencapai keadilan sosial dan kesetaraan gender, dan untuk mengentaskan kemiskinan mengadakan survei tentang perlakuan street harassment di beberapa penjuru Negara pada tahun 2016 dan mereka mendapatkan hasil bahwa sebanyak 75% Wanita di Negara London, 79% wanita yang singgah di India, 86% di Negara Thailand, serta 89% di Negara Brasil telah mengalami perbuatan pelecehan atau kekerasan di depan umum. Stop Street Harassment. “Statistics - The Prevalence of Street Harassment”. Available from http://www.stopstreetharassment.org/resources/statistics/statistics-academic-studies/ Diakses tanggal 10 Juni 2020 Dilansir menurut catatan tahunan milik Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) pada tahun 2017 telah ditemukan bahwa terjadi 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat yang dirinci dengan 26% atau 3.528 kasus diantaranya terjadi di ruang publik. Komnas Perempuan bisa berhasil mendapatkan data survei melalui pengadaan sebuah kuisioner dan kuisioner tersebut menunjukkan adanya peningkatan terjadinya kasus perbuatan pelecehan terhadap Wanita Di tempat umum yaitu sebesar 25% dari tahun 2016 ke tahun 2017. Pada tahun 2017 ditemukan tercatat sebanyak 2.657 Kasus yang dimana merupakan kekerasan terhadap perempuan di tempat umum dengan perincian yaitu 911 kasus merupakan kasus pencabulan, 704 kasus yang merupakan kasus pelecehan seksual, 699 kasus yang merupakan kasus pemerkosaan, serta 343 kasus yang merupakan kasus persetubuhan. Komnas Perempuan. Catatan Kererasan Terhadap Perempuan Tahun 2017. Available from https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Catatan%20Tahunan%20Kekerasan%20Terhadap%20Perempuan%202018.pdf Melalui data kasus dari hasil survei serta kuisioner yang telah ditemukan dapat dipahami bahwa tiap tahun ke tahun terjadi kenaikan terhadap kasus pelecehan di jalan ini, namun di sisi positifnya adalah dilihat dari kasus ini maka banyak korban juga yang memberanikan diri untuk melaporkan perbuatan tersebut ke aparat hukum maka dari itu perbuatan Catcalling ini memang harus disikapi dengan tegas serta perlunya dijelaskan kembali mengenai hukum bagi pelaku perbuatan Catcalling. Rumusan Masalah Apakah Perbuatan Catcalling Di Indonesia Perlu Untuk Dikriminalisasikan? Metode penelitian Dalam menyelesaikan penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian normatif yaitu adalah penelitian hukum yang menggunakan hukum serta peraturan atau regulasi hukum yang berlaku, menggunakan bahan hukum melalui asas dan doktrin hukum menurut para pakar ilmu hukum sebagai pemberi kejelasan untuk masalah hukum yang dihadapi dan telah dirumuskan menjadi sebuah isu hukum. Melalui hasil dari metode normatif akan memberikan sebuah preskripsi yang mendefinisikan seharusnya bagaimana bila dilihat melalui sudut pandang hukum. Metode penelitian normatif melakukan penelitian dari seluruh sumber hukum tanpa harus melihat apakah hukum tersebut sejatinya dijalankan atau praktek pelaksanaannya di kehidupan saat ini. Dilansir dari pendapat pakar hukum yaitu Peter Mahmud menjelaskan yaitu penelitian hukum merupakan suatu perbuatan dan tindakan yang dilakukan guna untuk mencari sumber hukum sebagai penyelesaian dari isu hukum yang telah dirumuskan. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Cetakan ke 9, Prenadamedia Grup, Jakarta, 2019. hal 35 Pembahasan Catcalling / Street Harassment (Pelecehan Verbal Di Jalan) Definisi dari perbuatan Catcalling menurut Bahasa Indonesia bukanlah secara harfiah yang artinya adalah sebuah panggilan kucing atau memanggil kucing. Namun mengarah lebih yaitu kepada kata kata verbal dengan menggoda. Yang artinya yaitu perbuatan dengan bentuk atau model dengan cara bersiul serta mengucapkan beberapa kata kata seksual atau cabul terhadap seseorang kepada orang lain, umumnya sering dijumpai adalah terjadi kepada wanita yang melintasi pejalan atau jalan umum. Dikutip melalui kamus dari Oxford Dictionary, Catcalling adalah suatu tindakan bebunyian yang tidak sopan layaknya bersiul, memberi kata kata, memanggil, memberi komentar yang mengandung sifat seksual dan bahkan juga disertai dengan tatapan mata yang mengandung sifat pelecehan yang menimbulkan rasa ketidakamanan. Perbuatan Catcalling Dalam Perspektif Hukum Positif. Tauratiya. Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan Vol. 19, No. 1, Juni 2020.hal. 1021 Hal-hal kecil yang dianggap biasa di masyarakat bisa jadi berpengaruh besar dan menjadi krisis sosial. Catcalling telah menjadi masalah sosial yang diterima dan dianggap hal biasa secara luas oleh masyarakat umum. Catcalling paling sering terjadi di jalan raya, pasar, transportasi umum, dan bahkan mal. Kebiasaan Catcalling di Amerika, Inggris, dan negara-negara Barat lainnya yang dimana sering terjadi di wilayah pantai serta wilayah pejalan kaki. Umumnya, perbuatan ini dilakukan oleh lekaki kepada perempuan yang sedang melewati lelaki tersebut, kemudian lelaki itu akan memuji tentang wajah atau penampilan dari wanita tersebut dengan ucapan “Nice outfit you got there” (Baju yang kamu gunakan sangat bagus) atau “Hey Beautiful. Wanna hang out with me?” (Hai cantik/tampan maukah kau pergi denganku?). kata-kata ini dianggap pujian dan menjadi hal yang lumrah di Amerika sampai dengan berkembangnya zaman mulai bermunculan kalimat pujian iseng seperti “You look so pretty?” (Kau terlihat sangat cantic), “Hi, sexy girl” (hai wanita yang seksi), hingga kalimat yang mengerikan dan jelas bersifat seksual seperti “Nice tits!” (tubuh yang bagus), “Hi girl, come with me?” (hai cewek mau ikut denganku?), bahkan sentuhan-sentuhan berlebihan. Perbuatan ini dipandang oleh dua sudut pendapat yaitu masih ada yang menganggap bersifat pujian serta dianggap pelecehan, penghinaan serta menimbulkan rasa tidak aman dan tidak nyaman ketika bepergian. Sedangkan, di Indonesia, Perbuatan Catcalling yang biasa dilakukan oleh orang di tempat keramaian bisa bermacam-macam. Mulai dari Siulan, kemudian dipanggil dengan sebutan yang dengan diberi imbuhan pujian seperti “hai sayang”, “manis”, “tampan”, “cantik”, “Eh, malam-malam gini kok jalan sendiri sih cantik?”, oleh orang asing (tak dikenal), komentar yang tidak diinginkan, seperti “kalo mau aku bisa nemenin kamu kok, hehe?”, “senyum dong, jangan cemberut mulu!”, “kok abang dicuekin sih neng?”, “setelah diliat-liat cantik juga nih”. Dalam hal ini pihak korban catcalling, akan bereaksi dan mengujarkan kata kata sebagai berikut “cantik sih tapi sayang cuek?”, “kok diem aja sih”, dan beberapa kata yang mungkin menjadi kalimat pelecehan dan disambung dengan diamati tubuhnya serta kalimat yang dilontarkan seperti hal nya memperhatikan beberapabagian tubuh wanita yang dilihat, atau hal lainnya yang dapat berbentuk sebagai kata-kata penggoda. Dalam beberapa hal catcalling dianggap sudah biasa, terutama di dunia anak muda hal imi dianggap dengan kata-kata yang merujuk ke pujian sehingga bukan dianggap sebagai sebuah pelecehan seksual. Namun, hal ini nyatanya dianggap sebagai suatu gangguang yang terjadi dijalan (street harassment), dalam kasus seperti ini dalam teori hukum pidana disebut sebagai pelecehan yang diungkap secara kata-kata (secara verbal). Pelecehan seperti ini merupakan bentuk pelecehan tanpa sukarela korban, sehingga dapat terjadi tanpa keinginan pihak korban. Oleh beberapa korban catcalling sebagian merasa tidak masalah dan sebagian korban lainnya merasa hal ini sangat mengganggunya. ibid Data Kasus Perbuatan Catcalling Di Indonesia Ditemukan di dalam catatan tahunan dari lembaga Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang melakukan survei terhadap kasus kekerasan pada tahun 2017 ditemukan 348.446 kasus yang dimana dari kasus tersebut teradapat 3528 kasus atau sekitar 26% dari total kasus merupakan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di tempat umum Marcheyla Sumera, “Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Terhadap Perempuan,” Lex et Societatis, Vol. 1 No. 2, 2013, hal. 200 Dilansir dari data yang didapatkan oleh ketua Komnas wanita yaitu Azriana Rambe Manalu yang dilakukan pada tahun 2017 menyatakan dari riset hasil survei dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2015 tercatat kasus kekerasan terhadap perempuan telah mengalami peningkatan dan mencapai angka yang cukup tinggi yaitu meningkat sebesar 321.752 kasus. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2016 mengalami penurunan kasus menjadi 259.150 namun jika ditinjau serta dibandingkan dengan survei kasus pada tahun 2010 sampai dengan 2012 yaitu 106.103 kasus menjadi 216.156 kasus. Kasus yang terjadi pada tahun 2016 ke tahun 2017 masih sangat tinggi. Joy Gloria dkk.“Perancangan Kampanye sosial “JAGOAN,” (Program Studi Desain Komunikasi Visual,Fakultas Seni dan Desain Universitan Kristen Petra), hal.1. Situs dari Hollaback.org juga mengadakan servei mengenai kasus pelecehan di jalan menemukan adanya 71 % perempuandi tempatumum yang telah menjadi korban dari kasus street harassment di jenjang masa usia anak kecil sampai remaja yaitu 11-17 tahun sampai dengan usia dewasa ternyata lebih dari 50% didalam kasus tersebut merupakan pelecehan yang terjadi secara fisik dan selebihnya merupakan pelecehan yang dilakukan dengan kata kata serta pandangan. Situs pertelevisian CNN Indonesia pada tahun 2016 juga mengadakan survei yang mendapatkan hasil dari survei tersebut diikuti oleh 25.213 peserta baik meliputi kota maupun dengan kabupaten, yang dimana hasil survei nya menyatakan bahwa sebanyak 58% dari total peserta yang mengikuti surveitelah mengalami dan menjadi korban dari perbuatan pelecehan yang diungkapkan melalui kata kata. Ida Ayu Adnyaswari Dewi, “ Catcalling : Candaan, Pujian atau Pelecehan Seksual,” Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol.4 No. 2, 2019, hal. 200. HUKUM NEGARA ASING TERHADAP KRIMINALISASI PERBUATAN CATCALLING (WASHINGTON DC AMERIKA SERIKAT) Dalam mengkriminalisasikan perbuatan Catcalling pada negara Amerika Serikat memberikan beberapa definisi terhadap perbuatan pelecehan di jalan yaitu: “Pelecehan jalanan berbasis gender adalah komentar, gerak tubuh, serta perbuatan – perbuatan lainya yang tidak diharapkan yang dilakukan oleh pelaku dengan ancaman atau paksaan terhadap orang asing pada lingkungan tempat umum yang dilakukan tidak dengan kesukarelaan atau atas izin dari mereka serta yang perlakuannya untuk mereka. karena jenis kelamin, gender, ekspresi gender, atau orientasi seksual mereka yang sebenarnya atau yang dipersepsikan.” Pelecehan di jalan termasuk pelecehan yang tidak diinginkan, melirik, seksis, homofobik atau transphobia, permintaan terus-menerus untuk nama seseorang, nomor atau tujuan setelah mereka mengatakan tidak, nama seksual, komentar dan tuntutan, mengikuti, berkedip, masturbasi di depan umum, meraba- raba, penyerangan seksual, dan pemerkosaan. Disebut perbuatan pelecehan di jalan dikarenakan untuk mendeskripsikan pelecehan berbasis gender di ruang publik karena ini adalah istilah yang paling umum digunakan oleh akademisi dan aktivis, sedangkan istilah Catcalling merupakan istilah yang dipakai oleh umum. Tentu saja, orang juga dilecehkan karena faktor-faktor seperti ras, kebangsaan, agama, kecacatan, atau golongan. Beberapa orang dilecehkan karena berbagai alasan dalam satu insiden pelecehan. Pelecehan adalah tentang kekuasaan dan kontrol dan seringkali merupakan manifestasi dari diskriminasi sosial seperti seksisme, homofobia, Islamofobia, klasisme, kemampuan, dan rasisme. Tidak ada bentuk pelecehan yang diperbolehkan; setiap orang harus diperlakukan dengan hormat, bermartabat, dan empati. Beikutmerupakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli penulis asing yang turut tergabung kedalam lembaga yang berprofesi dengan permasalahan dari Street Harrasment: Micaela di Leonardo, Penulis dari “Political Economy of Street Harassment” (1981) “Pelecehan jalanan terjadi ketika satu atau lebih pria asing yang sedang memanggil dengan sapaan kepada satu atau lebih perempuan di lingkungan tempat public yang bukan termasuk dalam lingkungan dariprofesi wanita tersebut dengan melihat dan mengomentari bentuk tampilan dari pakaian atau badan melalui ucapan, serta gerak tubuh, laki-laki tersebut menegaskan kepentingannya semata-mata hanya agar mendapatkan perhatian dari perempuan tersebut sertalaki-laki tersebut seperti menjabarkan bahwa perempuan hanyalah semat-mata sebagai objek kepuasan visual dengan segi seksual dengan tindakan yang berkesan seperti paksaan agar perempuan tersebut memulai perbincangan interaksi dengan lelaki tersebut. " Cynthia Grant Bowman, Penulis dari “Street Harassment and the Informal Ghettoization of Women” (1993) Pelecehan terhadap wanita yang berada dialan dengan melakukan sapaan seksual maupun menggoda wanita yang berposisi di tempat umum dan menggunakan beberapa kesempatan untuk menggoda atau mengarahkan perhatiannya kepada wanita dengan cara yang melawan hukum. Hal tersebut menggunakan kata-kata tidak pantas atau menyerang kehormatan dari korban yang bersifat seksual. Umumnya yang terjadi bukan hanya melontarkan perkataan akan tetapi dengan tindakan yang menjurus delik pelecehan yang mana memberikan efek psikolgis korban menjadi rusak karena terjadi kebencian yang kejam. Jessica Valenti, penulis dari  He’s a Stud, She’s a Slut…and 49 Other Double Standards Every Woman Should Know (2008) dan editor eksekutif dari Feministing.com Meskipun saya pernah mendengar argumen bahwa pelecehan di jalanan sebenarnya adalah pujian - Anda tahu, karena kita seharusnya tersanjung bahwa pria aneh meneriaki kita tentang keledai kita - itu benar-benar bentuk seksisme yang sangat berbahaya. Karena tidak hanya orang asing yang berpikir bahwa pantas untuk bersikap seksual terhadap wanita mana pun yang mereka inginkan, tetapi pelecehan di jalanan juga didasarkan pada gagasan bahwa Anda diizinkan untuk mengatakan apa pun kepada wanita yang Anda inginkan - kapan pun, di mana pun. Hawley Fogg-Davis, Penulis dari “A Black Feminist Critique of Same-Race Street Harassment” (2005) Terorisme terkait dengan seksual memiliki definisi yaitu suatu tindakan yang melawan hukum dengan melakukan suatu pelecehan di tempat terbuka khususnya seperti halte, pusat perbelanjaan. Sebagai kaum yang rentan akan adanya tindakan pelecehan para wanita seharusnya mempersiapkan segala tindakan yang akan terjadi di depan karena ketidak pastian kejadian tersebut. Dengan sistem negara Amerika Serkat yang terpecah menjadi beberapa Negara bagian maka untuk aturan hokum yang mengaturpun juga tidak sama satu sama lain. Berbagai negara bagian mempunyai pengaturan khusus terhadap perbuatan Catcalling salah satunya Negara bagian Washington D.C ( District of Columbia) Washington, D.C. memiliki berbagai undang-undang untuk melindungi penduduk dari pelecehan di jalan , terutama jika berusia di bawah 18 tahun,termasuk secara verbal pelecehan, memblokir jalan, foto rok, eksposur tidak senonoh, mengikuti, meraba-raba, dan kejahatan rasial. Macam aturan hukumnya adalah sebagai berikut: Pelecehan Verbal Melakukan pelanggaran Title 22, Subtitle I, Chap. 13 §1321 Perbuatan yang dilarang di D.C apabila seseorang di publik melakukan : Bertindak dengan sengaja atau tidak sengaja yang sedemikian rupa sehingga membuat, menimbulkan, terlibat rasa takut dan yang terancam baik tubuh atau barang bawaan akan dirugikan atau diambil. Terlibat dalam bahasa yang keras, mengancam, atau kasar, atau perilaku yang mengganggu, yang secara tidak wajar menghalangi, mengganggu, atau mengganggu penggunaan kendaraan umum oleh Anda (angkutan umum atau bus, kereta api, atau layanan transportasi lainnya) Jika seseorang melecehkan Anda di transportasi umum atau, melakukan sesuatu yang membuat Anda takut akan keselamatan pribadi Anda di tempat umum, seperti mengikuti atau mengancam Anda, Anda juga dapat melaporkannya. juga ilegal untuk: “Berdesak-desakan” atau “kerumunan yang tidak perlu” Anda, untuk menghasut pelanggaran perdamaian (tanggapan yang keras atau penuh gejolak). Tunjukkan bahasa atau isyarat yang kasar atau menyinggung kepada Anda dengan cara yang cenderung memicu respons kekerasan langsung. Jika tidak, menghasut atau memprovokasi kekerasan Bagian “Cara yang cenderung memprovokasi tanggapan kekerasan langsung” membuatnya menjadi hukum “perkataan melawan”. Karena pelecehan di jalan jarang mengakibatkan orang yang dilecehkan melawan balik, undang-undang ini biasanya belum digunakan untuk menangani pelecehan di jalan. Tetapi Anda masih dapat mencoba menggunakannya, dan jika cukup banyak orang yang menjelaskan mengapa itu harus digunakan, maka itu mungkin diterapkan lebih sering. Hukuman: Perilaku tidak tertib adalah pelanggaran ringan, dapat dihukum dengan denda hingga $ 500 dan / atau hingga 90 hari penjara. Memikat Seorang Anak atau Di Bawah Umur Title 22, Subtitle I, Chap. 30 §3010 ilegal di D.C. bagi siapa pun untuk mencoba merayu, membujuk, memikat, meyakinkan, atau membujuk anak di bawah umur untuk terlibat dalam aktivitas seksual atau pergi bersamanya ke tempat mana pun dengan tujuan untuk terlibat dalam aktivitas seksual. Jika Anda (atau orang muda yang Anda sayangi) berusia di bawah 18 tahun dan peleceh jalanan meminta Anda melakukan aktivitas seksual atau mencoba membujuk Anda untuk pergi ke suatu tempat bersamanya, Anda dapat melaporkan orang tersebut karena membujuk anak di bawah umur. Hukuman: Merayu seorang anak atau anak di bawah umur dapat dihukum dengan denda hingga $ 50.000 dan / atau hingga 5 tahun penjara. Meminta Prostitusi Title 22, Subtitle I, Chap. 27 §2701 Meminta prostitusi adalah ilegal di D.C. Jika peleceh jalanan meminta aktivitas seksual dari Anda, Anda dapat melaporkannya. Anda juga dapat membuat kasus peleceh yang berteriak, "Berapa banyak ?!" atau menawarkan uang kepada Anda, atau apa pun, untuk seks, bahkan bercanda, adalah upaya pelacuran. Stop Street Harassment tidak menentang kerja seks suka sama suka, tetapi menurut kami peleceh jalanan tidak pantas membuat asumsi tentang ketersediaan seksual Anda dan membuat Anda merasa tidak nyaman. Hukuman: Meminta prostitusi dihukum dengan denda hingga $ 500 dan / atau hingga 90 hari penjara. Lamaran Seksual untuk Anak di Bawah Umur Title 22, Subtitle I, Chap. 13 §1312 ilegal di D.C. bagi siapa pun untuk membuat "lamaran seksual yang tidak senonoh atau tidak senonoh kepada anak di bawah umur". Jika Anda (atau orang muda yang Anda sayangi) berusia di bawah 18 tahun dan peleceh jalanan berbicara kepada Anda dengan cara yang eksplisit secara seksual dan meminta Anda untuk terlibat dalam aktivitas seksual, Anda dapat melaporkannya. Hukuman: Melamar anak di bawah umur adalah pelanggaran ringan, dapat dihukum dengan denda hingga $ 500 dan / atau hingga 90 hari penjara. Pembuatan Film & Fotografi yang Melanggar Hukum/ Lancang Voyeurisme Ada dua cara hukum DC menangani pembuatan film dan pemotretan yang melanggar hukum. Adalah ilegal bagi siapa pun untuk secara diam-diam mengamati atau secara elektronik merekam seseorang di tempat mana pun di mana seseorang secara wajar mengharapkan privasi.Jika peleceh jalanan memotret atau merekam Anda saat Anda menggunakan kamar kecil, tanpa pakaian, atau melakukan aktivitas seksual, Anda dapat melaporkannya. Adalah ilegal bagi siapa pun untuk dengan sengaja mengambil gambar area pribadi tubuh seseorang tanpa persetujuan tertulisnya dalam keadaan di mana dia memiliki ekspektasi privasi yang wajar. Area pribadi tubuh seseorang termasuk alat kelamin telanjang atau pakaian dalam, area kemaluan, pantat, atau payudara. Jika peleceh jalanan mengambil foto Anda "rok atas" atau "blus bawah" atau mengamati atau merekam Anda di tempat pribadi, Anda dapat melaporkannya untuk voyeurisme. Hukuman: Voyeurisme adalah pelanggaran ringan, dapat dihukum dengan denda $ 2.500 dan / atau hingga 1 tahun penjara. Siapa pun yang mendistribusikan atau menyebarkan foto atau rekaman yang diambil secara ilegal, atau mencoba melakukannya, dapat dihukum dengan denda hingga $ 12.500 dan / atau hingga 5 tahun penjara. Paparan/ memaparkan tidak senonoh Perbuatan Cabul, Tidak Senonoh, atau Cabul Title 22, Subtitle I, Chap. 13 §1312 ilegal di D.C. bagi siapa pun untuk “memperlihatkan alat kelamin atau anusnya yang cabul atau tidak senonoh”, untuk masturbasi, atau melakukan tindakan seksual di tempat umum. Jika seorang peleceh jalanan memperlihatkan dirinya kepada Anda atau mem-flash Anda, melakukan masturbasi di depan Anda, atau melakukan tindakan seksual lainnya di depan umum, Anda dapat melaporkannya. Hukuman: Tindakan cabul, tidak senonoh, atau cabul adalah pelanggaran ringan, dapat dihukum dengan denda hingga $500 dan/atau hingga 90 hari penjara. Pelanggaran Pelecehan Seksual terhadap Anak atau Anak di Bawah Umur Title 22, Subtitle I, Chap. 30 §3010.01 Kejahatan tindakan cabul, tidak senonoh, atau cabul mencakup paparan tidak senonoh secara umum, tetapi jika Anda berusia di bawah 18 tahun, dan seorang peleceh jalanan yang lebih dari 4 tahun, daripada Anda melakukan masturbasi di depan Anda atau terlibat dalam tindakan seksual lain di depan umum, Anda dapat melaporkannya atas tuduhan pelanggaran ringan atau pelecehan seksual terhadap anak atau anak di bawah umur. Hukuman: Pelecehan seksual terhadap anak atau anak di bawah umur dapat dihukum dengan denda hingga $1.000 dan/atau hingga 180 hari penjara. Menghalangi Jalan Anda Memblokir Bagian Jalan Title 22, Subtitle I, Chap. 13 §1307 ilegal di DC bagi siapa saja untuk “berkerumun, menghalangi, atau mengganggu [ketidaknyamanan] penggunaan jalan, jalan, gang, jalan raya, atau trotoar, atau pintu masuk bangunan atau kandang publik atau pribadi atau penggunaan atau melewati angkutan umum [transportasi umum],” setelah diberitahu untuk tidak melakukannya oleh petugas penegak hukum. Jika seseorang menghalangi jalan Anda, Anda dapat meminta petugas polisi untuk menyuruhnya berhenti. Hukuman: Memblokir perjalanan setelah diberitahu oleh petugas penegak hukum untuk tidak melakukannya adalah pelanggaran ringan, dapat dihukum dengan denda hingga $500 dan/atau hingga 90 hari penjara. Diikuti Jika Anda merasa seseorang mengikuti Anda, Anda dapat segera menelepon 911, pertama kali hal itu terjadi. Anda tidak perlu menunggu orang itu melakukan kejahatan. Menguntit Title 22, Subtitle I, Chap. 31A §3133 Hukum D.C. mendefinisikan penguntitan sebagai keterlibatan yang disengaja dalam suatu tindakan, yang ditargetkan pada individu tertentu, yang dimaksudkan untuk menyebabkan orang tersebut mengalami tekanan emosional atau yang diketahui atau seharusnya diketahui oleh pelaku pelecehan akan menyebabkan orang yang berakal untuk: Menderita tekanan emosional Merasa sangat khawatir, terganggu atau ketakutan Takut akan keselamatan pribadi seseorang atau keselamatan orang lain. Terlibat dalam suatu tindakan” – yaitu, tindakan yang relevan dengan pelecehan jalanan yang merupakan penguntitan – berarti melakukan salah satu dari yang berikut pada dua kesempatan atau lebih: Mengikuti, memantau atau mengawasi Anda, Mengancam Anda atau berkomunikasi dengan atau tentang Anda, dan/atau Mengganggu, merusak, atau mengambil properti Anda. Jika pelaku pelecehan jalanan melakukan dua atau lebih tindakan di atas dan tindakan tersebut membuat Anda merasa takut atau terintimidasi atau menyebabkan Anda mengalami tekanan emosional yang besar – seperti melecehkan Anda secara verbal dan/atau mengikuti Anda – tindakannya dapat dianggap sebagai penguntit dan Anda dapat melaporkan dia. Hukuman: Menguntit dapat dihukum dengan denda hingga $1.000 dan/atau hingga 12 bulan penjara. Meraba-raba Mencoba Melakukan Pelanggaran Seksual Title 22, Subtitle I, Chap. 30 §3018 Mencoba melakukan kejahatan seksual adalah pelanggaran yang dapat dihukum di D.C. Jika seorang peleceh jalanan meraba-raba atau menyerang Anda secara seksual, Anda dapat melaporkannya berdasarkan undang-undang yang dirinci di bawah ini. Jika dia mencoba melakukan kontak seksual yang tidak pantas dengan Anda dan tidak berhasil, Anda dapat melaporkannya berdasarkan undang-undang ini. Hukuman: Percobaan untuk melakukan pelanggaran seksual dapat dihukum hingga setengah dari denda dan hukuman penjara dari pelanggaran yang dicoba. Pelecehan Seksual Pelanggaran Ringan & Pelecehan Seksual Tingkat Kedua Title 22, Subtitle I, Chap. 30 §3006 ilegal di D.C. bagi siapa pun untuk melakukan kontak seksual dengan seseorang jika dia seharusnya mengetahui bahwa kontak seksual itu tanpa persetujuan. Kontak seksual didefinisikan sebagai menyentuh, baik di bawah atau di atas pakaian, alat kelamin, selangkangan, paha bagian dalam, pantat, atau payudara dengan maksud untuk: Mempermalukan Pelecehan Merendahkan Membangkitkan atau memuaskan hasrat seksual Jika seorang peleceh jalanan menyentuh atau mencengkeram Anda dengan tidak pantas atau menggosok Anda, Anda dapat melaporkannya atas pelanggaran ringan atau pelecehan seksual. Jika Anda berusia di bawah 16 tahun, Anda dapat melaporkan meraba-raba sebagai pelecehan seksual tingkat kedua. Hukuman: Pelecehan seksual ringan dapat dihukum dengan denda hingga $1.000 dan/atau 180 hari penjara. Terlibat dalam kontak seksual dengan anak di bawah usia 16 tahun adalah pelecehan seksual tingkat dua, dapat dihukum dengan denda hingga $10.000 dan/atau hingga 10 tahun penjara. Kejahatan Kebencian Kejahatan Terkait Bias/Prasangka Title 22, Subtitle II, Chap. 37, §400-4004 Di D.C., kejahatan rasial adalah kejahatan yang dilakukan terhadap seseorang karena prasangka atau bias, termasuk karena seseorang yang sebenarnya atau yang dirasakan: Ras Warna Tubuh Kepercayaan Asal Negara Kelamin Umur Status Pernikahan Penampilan Pribadi Orientasi Seksual Identitas atau ekspresi gender Tanggung jawab keluarga Tunawisma Cacat fisik Matrikulasi afiliasi politik Hukuman: Seseorang yang didakwa dan dinyatakan bersalah melakukan kejahatan yang berhubungan dengan bias dipidana tidak lebih dari 1 1/2 kali denda maksimum yang diizinkan untuk tindakan yang ditentukan dan dipenjara tidak lebih dari 1 1/2 kali jangka waktu maksimum. berwenang untuk tindakan yang ditunjuk Melaporkan Kejahatan ke Polisi Hubungi 911 untuk bantuan jika: Kejahatan sedang berlangsung Anda atau orang lain terluka secara fisik atau diancam dengan kekerasan fisik Anda dapat memberikan informasi tentang siapa yang mungkin telah melakukan kejahatan Hubungi nomor non-darurat kantor polisi setempat untuk menyerahkan laporan sesudahnya. Misalnya, Anda dapat menelepon 311, jika dalam batas kota, dan (202)737-4404 jika tidak. Bersiaplah untuk memberi mereka: Kapan itu terjadi (tanggal dan waktu) Di mana itu terjadi (lokasi jalan, took lokasi, jalur bus atau halte bus, nama taman, dll) Siapa yang melaporkan (nama dan informasi kontak Anda) Deskripsi tentang apa yang terjadi Nama dan informasi kontak dari setiap saksi, jika Anda berbicara dengan siapa pun Akan sangat membantu untuk memasukkan undang-undang yang menjadi dasar kejahatan, seperti Perbuatan Cabul, Tidak Senonoh, atau Cabul Title 22, Subtitle I, Chap. 13 §1312. Jika Anda tidak yakin hukum mana yang harus Anda gunakan untuk melaporkan insiden pelecehan di jalan, cukup beri tahu polisi apa yang terjadi dan dia atau kantor kejaksaan dapat menentukan tuntutan yang sesuai. Deskripsi tentang peleceh Banyak departemen kepolisian juga memiliki formulir pelaporan online. Misalnya, Polisi Transit Metro mengizinkan Anda membuat laporan tentang pelecehan seksual yang terjadi di sistem transportasi Metro melalui formulir online ini. Beberapa departemen kepolisian juga mengizinkan Anda untuk secara anonim mengirim tip tentang insiden non-darurat, misalnya jika Anda melihat sekelompok orang yang secara rutin melecehkan orang yang lewat Di lokasi yang sama. Kunjungi situs web departemen kepolisian setempat untuk mendapatkan informasi. Misalnya, Anda dapat menelepon (202) 727-9099 untuk nomor telepon anonim, atau mengirim pesan teks ke nomor 50411. Setelah Anda melaporkan kejahatan, jika Anda memberikan informasi kontak Anda, dalam beberapa hari, Anda akan menerima panggilan dengan nomor laporan polisi dan mungkin harus menjawab pertanyaan lanjutan. Simpan salinan laporan polisi untuk catatan Anda. Jika seseorang mencoba memberi tahu Anda bahwa pelecehan di jalanan “bukan masalah besar,” atau tidak ilegal, jangan membelinya. Anda selalu memiliki hak untuk bebas dari pelecehan dan penyerangan seksual di depan umum. Hukum Di Indonesia Yang Telah Mengatur Mengenai Catcalling Catcalling adalah kejahatan kriminal di Indonesia, karena bertentangan dengan hukum dan moralitas. Tindak pidana adalah suatu tindakan yang memberikan sebuah kerugian immateriil atau berkaitan dengan adanya keadaan dari psikis seoarang korban yang tidak memunculkan secara langsung nilai ganti kerugian yang terjadi sehingga bagi pelaku dikenakan sanksi yang dapat dipaksakan oleh negara bisa berupa kurungan maupun denda tergantung dari unsur perkara yang ada. Catcalling merupakan suatu delik yang dapat memenuhi unsur yang telah didoktrinkan oleh Profesor Simon. Unsur tersebut dapat dijabarkan dengan rigit seperti berikut: adanya suatu tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum (orang)/naturlijke person, adanya mens rea atau bahkan hingga adanya ancaman, adanya perbuatan yang dilanggar dari peraturan yang ada di negara misalkan melanggar ketentuan Pasal 310 KUHPidana dan terakhir orang tersebut tidak dalam sebuah pengampuan yang menghindarkan untuk bertanggungjawab. Dikarenakan catcalling adalah perbuatan melawan hukum dilakukan oleh subjek hukum maka dapat dikategorikan bahwa hal ini masuk dalam unsur pertama yang dikatakan oleh Prof Simon, dimana korban mendapati sebuah lontaran kata yang melecehkan atau bahkan suatu tindakan yang membuat kerugian dan memberikan suatu rasa yang tidak aman bagi korban contoh saja melakukan tindakan siulan bahkan menyipitkan mata sudah dapat dikatakan melecehkan martabat korban. Oleh karenanya tindakan tersebut dapat dikenai dan dapat dikategorikan sebagai suatu delik kesusilaan. Menurut Prof. Simons, unsur-unsur tindak pidana adalah adanya perbuatan manusia yang mengancam secara pidana, melawan hukum, dilakukan karena kesalahan, dan dilakukan oleh orang yang cakap. Berikut unsur-unsur tindak pidana catcalling: Tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum (Orang) Catcalling dipenuhi untuk kebutuhan akan aktivitas subjek hukum orang. Membuat komentar cabul atau terlibat dalam perilaku yang membuat orang lain tidak nyaman, seperti bersiul atau membuat ekspresi tidak senonoh seperti mengerucutkan bibir, adalah tindakan yang dilakukan. Ancaman sanksi Catcalling, dapat diketogorikan sebagai delik asusila dapat dituntut sebagai kejahatan kesusilaan karena merupakan tindakan yang tidak etis dengan komponen melecehkan. Diatur oleh hukum atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum Catcalling merupakan tindakan yang dapat memberikan kerugian bagi korbannya yang jelas hal tersebut bertentangan dengan hukum karena adanya gangguan yang ada dengan membuat hak dari orang lain berkurang secara ilegal Kemampuan untuk melakukan pertanggungjawaban Merupakan suatu tindakan untuk tidak dapat melepaskan pertanggungjawaban hukum dengan berbagai alasan misalkan saja alasan pemaaf. Hingga saat ini pemerintah dalam artian DPR belum memberikan sebuah kepastian terkait dengan tindakan apakah delik catcalling ini diatur secara rigit didalam sebuah peraturan yang ada misalnya undang-undang. Seharusnya perlindungan tersebut sebenarnya telah ada didalam norma-norma yang ada didalam undang-undang terkait dengan hak asasi manusia dan terkait perlindungan saksi maupun korban. Didalam hak yang secara mutlak ada sejak manusia tersebut ada di bumi atau dilahirkan ke bumi, maka negara indonesia memberikan suatu fundamental norma yang ada misalkan saja didalam UUD NRI disana disebutkan hak-hak dasar dan merupakan hukum tertinggi untuk menjamin adanya hak asasi terlindungi hak tersebut terkait dengan memajukan, penegakan dan memberikan pemenuhan hak dari rakyatnya dan terkait pelaksanaan wajib diberikan perlindungan yang maksimal. Negara sebagai otoritas pemegang hak dan kewajiban sudah sepatutnya memberikan perlindungan sesuai dengan adanya anti diskriminasi yang tertuang didalam Pasal 28 B terutama di ayat 2 UUD NRI 1945 yang seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap korban yang mendapat tindakan catcalling. Hak asasi manusia di Indonesia tertuang dalam konstitusi negara, khususnya UUD 1945, secara jelas dan tegas (UUD 1945). UUD 1945, sebagai dasar hukum tertinggi, menjamin pelestarian, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi rakyatnya, dan pelaksanaannya harus diakui dan dijamin oleh negara dan organisasi-organisasi tertentu. Negara melindungi setiap hak asasi manusia untuk hidup, tumbuh, dan berkembang, serta hak untuk bebas dari diskriminasi kekerasan, berdasarkan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Akibatnya, dalam hal ini terlihat bahwa korban catcalling harus diberikan perlindungan hukum yang sama dengan korban lainnya. Melalui peraturan hukum yang berdasarkan pedoman KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) juga tidak menyebutkan secara spesifik tentang pidana pelecehan seksual yaitu berdasarkan kepada BAB XIV yang menjelaskan pidana tentang kejahatan terhadap kesusilaan namun sebagai tindak lanjut awal serta tuntutan yang biasa digunakan sebagai dasar melapor adalah yang paling mendekati, dalam hal ini ditinjau dari pasal 281 sampai dengan pasal 289 KUHP. Mengutip melalui buku oleh R. Soesilo menyatakan bahwa “perbuatan cabul dapat didefiniskan sebagai serangkaian tindakan yang melanggar rasa kesusilaan yang berada di ruang lingkup hasrat seksual, layaknya mencium, menyentuh daerah alat kelamin, menyentuh bagian buah dada perempuan serta yang lainnya yang merupakan bentuk dari tindakan tercela. Cakupan dari tindakan cabul disini sangat kecil, karena hanya mengatur tentang perbuatan zina, pemerkosaan serta perdagangan manusia. Menurut dari pasal 281 KUHP diatur bahwa seseorang dapat dikenai sanksi pidana yang disertai denda apabila pelaku dengan sengaja melanggar kesusilaan baik di depan umum atau di depan orang lain. Maksud dari kata kesusilaan disini dapat diartikan sebagai tindakan yang bersifat cabul yang dimana merupakan perasaan malu yang berhubungan dengan seksual atau alat kelamin, yaitu terdiri dari bersetubuh, memegang atau menyentuh bagian intim vital pada perempuan dan juga apabila pelaku menunjukkan bagian dari intim atau alat vital kepada tempat umum. Dikutip melalui pendapat menurut Prof. Dr. D. Simons melalui buku R. Soesilo ditemukan adanya perbedaan dalam penggunaan pasal 281 KUHP apabila dikaitkan dengan tindakan pelanggaran kesusilaan yang melalui kata-kata. Simons menyatakan bahwa ia menentang terjadinya kemungkinan terjadinya tindakan pelanggaran kesusilaan yang melalui kata –kata, namun apabila memang benar terjadi dapat dikenakan sanksi dengan dasar melalui pasal 315 KUHP yang mengatur mengenai bentuk kekerasan yang disengaja oleh pelaku tindak kejahatan. Senada dengan hal tersebut diatas pendapat lain dikemukakan oleh Mr. W.F.L. Buschkens dalam buku R. Soesilo menentukan bahwasanya penghinaan adalah hal umum yang membunuh moralitas, tetapi komentar yang mengandung hasrat seksual adalah makna khusus yang mengikis moralitas. Ketentuan pasal 315 KUHP menegaskan penghinaan yang dilakukan seseorang dengan sengaja terhadap orang lain, di depan umum (dimuka umum) secara lisan atau tertulis, atau lisan atau tingkah laku, atau melalui surat yang dikirimkan. Tidaklah tepat untuk menangani kasus-kasus di mana tindak pidana yang pelecehan di jalan sebagai hukuman atau penjara atau denda dapat berupa penghinaan, kesalahan atau kritik dengan menggunakan pasal 315 KUHP. Lebih lanjut catcalling yakni kata-kata pujian yang diberikan oleh beberapa orang yang di dalamnya tersebut terdapat unsur penggoda dan memberikan rasa tidak nyaman oleh korban dikarenakan merasa terganggu karena adanya kata-kata tersebut. Selain KUHP, ketentuan mengenai pelecehan seksual secara verbal diatur dalam UU Pornografi tahun 2008, No. 44 (UU Pornografi). Undang-undang mendefinisikan pornografi sebagai segala bentuk komunikasi dan/atau pertunjukan, termasuk perilaku atau eksploitasi seksual yang eksplisit, hal ini tentu melanggar beberapa norma yang hidup di dalam masyarakat. Definisi pornografi berarti cercaan dapat dianggap mengandung pornografi karena merespon unsur suara, yang tidak senonoh. Pengertian dasar dari perbuatan catcalling adalah perbuatan pelecehan secara verbal non fisik dimana pelaku menunjukkan adanya perhatian yang tidak diharapkan oleh orang lain dengan melakukan mulai dari hanya bersiul yang disertai dengan menatap dengan godaan dan nada siul yang bersifat seksual serta ucapan atau komentar yang juga bersifat intima tau seksual lainnya. Tindakan Catcalling bisa dikategorikan sebagai delik aduan dikarenakan dasarnya yang merupakan dua sudut pandang dimana sebagian besar orang terganggu dengan hal tersebut dan sebagian orang juga dapat terganggu dengan hal tersebut dan juga ada yang menganggap hal tersebut sebagai suatu masalah, dalam hal ini pelecehan di jalan ini bias menjadi masalah hukum dan ditindaklanjuti apabila tidak diinginkan oleh korban dari pelecehan ini. Penjelasan sebenarnya melalui definisi diatas menunjukkan bahwa Indonesia memiliki aturan hukum yang aktif untuk tidak melakukan panggilan obrolan Catcalling atau pelecehan seksual verbal. Meski demikian, selalu ada pro dan kontra terhadap pasal-pasal yang dapat digunakan untuk menghukum pelaku kekerasan. Hingga saat ini, belum ada putusan pengadilan atau doktrin dari para ahli hukum Indonesia yang dapat memberikan poin positif dalam pemilihan item yang dapat digunakan untuk mengkriminalisasi pelaku. Ditemukannya norma yang kosong dan tidak adanya peraturan hukum mengenai perlakuan tindakan tersebut mengharuskan aparat penegak hukum untuk menafsirkan dan mengusut beberapa aturan yang ada terkait adanya perbuatan dari Street Harassment ini. Fasilitas yang sampai sekarang masih dipakai sebagai jatuhan hukuman oleh aparat penegak hukum untuk mengusut kasus perbuatan Street harassment memakai aturan hukum melalui KUHP serta UU 44 thn 2008. Jatuhan pidananya memakai pasal 281 ayat 2, dan pasal 315 KUHP. Melalui pasal pasal tersebut yang dapat diajadikan sebgai acuan senjata bagi para korban pelecehan verbal ini untuk melapor ke aparat penegak hukum dan untuk menjerat pelaku perbuatan catcalling ini, namun tetap saja masih belum bisa memberikan dan menjamin sebuah kepastian hukum. Maka dari itu penulis menginginkan adanya aturan khusus yang dijadikan sebagai tonggak utama sanksi tindak perbuatan catcalling. Sebagian orang menganggap catcalling bukanlah pelecehan, melainkan komentar yang bersifat candaan atau hanya iseng belaka. Pendapat ini sangat bertolak belakang dengan kenyataan, ketika gerakan anti-catcalling sedang berlangsung di seluruh dunia dan semakin banyak korban yang mulai diperhitungkan. Entah itu jejaring sosial maupun korban yang bberani untuk berbicara dan menceritakan pengalamannya kepada publik, kisahnya di dunia nyata penuh dengan emosi bercampur menjadi rasa yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Adanya tindakan pemerintah dalam merespon tindakan pelaku saat ini melalui kebijakan hukum ke depan untuk melindungi korban, menghilangkan stigma yang ditimbulkan oleh stigma masyarakat dan memulihkan kesejahteraan psikologis korban Oleh karena itu, pemerintah membutuhkan kebijakan, bukan standarisasi perilaku. Lisan (tertangkap) adalah seorang penjahat yang telah memenuhi unsur-unsur kejahatannya secara penuh. Ada kesalahan yang disengaja tanpa pembenaran atau alasan untuk tindakan tersebut. Terlibat dalam tindakan memiliki unsur penting dalam konsep seks. Intimidasi.Salah satu unsur pelecehan seksual verbal (cemooh) adalah keengganan atau penolakan untuk dicemooh dalam bentuk perilaku seperti perhatian, komentar, desis, atau jenis cemoohan lainnya. Jika korban tidak menginginkan objek tersebut, perilaku tersebut dapat dianggap sebagai pelecehan seksual. Oleh karena itu, pemerintah harus berperan dalam merespon undang-undang tersebut. PENUTUP Kesimpulan Didalam aturan tertinggi negara indonesia sebenarnya telah memberikan sebuah jaminan terkait dengan memberikan rasa keamanan bagi warganya yang ada didalam negara contoh saja sebagai acuan dalam menegakkan hal tersebut dapat dilihat dari peraturan terkait dengan hak asasi manusia terutama didalam Pasal 30 yang memberikan jaminan bahwa warga negara mendapatkan perlindungan optimal terkait dengan berbagai ancaman yang masuk begitupula terkait dengan catcalling yang sebenarnya sudah bisa dianggap melawan kesopanan yang ada didalam masyarakat karena dianggap melecehkan terutama yang menjadi korban adalah kaum wanita. Pada umumnya hal tersebut juga sering sekali terjadi meskipun wanita tersebut telah menutup semua celah auratnya untuk tidak terlihat akan tetapi masih ada saja catcalling sehingga menurut peneliti catcalling itu ada emang ada unsur niat dari pelaku tanpa pandang bulu melihat pakaian yang digunakan oleh wanita itu tertutup atau tidaknya. Dari perbuatan yang ada pada saat ini yaitu tindakan catcalling yang dilakukan negara indonesia belum memiliki instrumen yang memberikan kepastian terhadap perbuatan tersebut hanya instrumen yang terkait yang mirip-mirip terkait dengan pelecehan yaitu bisa digunakan281 KUHP, pasal 315 KUHP, pasal 9 UU Pornografi, pasal 35 UU Pornografi. Dengan adanya instrumen Pasal tersebut semakin meyakinkan bahwa perbuatan yang melakukan pelecehan dengan niat seksualitas belum dapat dikenai sanksi pidana sehingga pelaku dari tindakan tersebut masih sangat berpeluang besar untuk meloloskan diri dari jerat hukum, hingga perlulah adanya sebuah inovasi baru di parlemen kita untuk mengkriminalkan perbuatan dari pelecehan tersebut atau catcalling dinormakan didalam suatu peraturan baru atau dimasukkan kedalam RKUHPidana yang akan datang sebagai suatu delik baru yang diharapkan hak-hak dari para korban catcalling tersebut dapat dipenuhi oleh negara karena hal tersebut merupakan sebuah akibat atau konsekuensi dari ditetapkannya negara indonesia sebagai suatu negara menjunjung tinggi hukum.. Saran Saran dari penulis adalah dalam menyikapi perbuatan Catcalling ini tidak hanya pemerintah yang harus bertindak tegas namun harus diimbangi oleh masyarakat pula karena pelecehan di jalan ini sudah sering terjadi namun, masih banyak yang belum mengerti apakah hal tersebut melanggar hukum serta menganggap hal tersebut merupakan hal yang normal dikarenakan budaya dari Negara asing yang masuk ke Indonesia. Selain penegakan melalui Undang-Undang masyarakat juga tidak boleh takut dan harus berani untuk melapor kepada pihak yang berkewajiban agar tperbuatan Catcalling ini tidak diremehkan lagi. DAFTAR BACAAN Anggraeni.Likha Sari, Aktivitas Wanita di Sektor Publik dalam Pemberitahuan Surat Kabar, dalam jurnal Ilmu Komunikasi, Vol. 11, No. 1, 2014 Fileborn, B. (2016). Justice 2.0: Street Harassment Victims’ Use Of Social Media And Online Activism As Sites Of Informal Justice. British Journal Of Criminology, 57(6), 1482-1501. DOI: 10.1093/bjc/azw093, p. 1482. Fakih . Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Insert Press. 2016) Khusnaeny. Asmaul dkk, Membangun Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban Kekerasan, (Jakarta: Komnas Perempuan. 2018) Marzuki. Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011 Pudiastuti. Ratna Dewu i, 3 Fase Penting pada wanita, (Jakarta: Elex Media Komputindo. (2012) Rokhmansyah. Alfian, Pengantar Gender dan Feminisme (Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme), (Yogyakarta: Garudhawaca. 2016) Salsabil. Luna Safitri, Representasi Perempuan Maskulin Sebagai Perlawanan Terhadap Patriarki Dalam SITKOM OK-JEK (Analisis Semiotika Charles Sanders Pierce): Skripsi Tidak Diterbitkan, 2016) Widyawati . Anis Pelanggaran Hak and Asasi Manusia, ‘, Hukum Pidana Internasional , Jakarta: Sinar Grafika, 2014 Komnas Perempuan. Catatan Kererasan Terhadap Perempuan Tahun 2017. Available from https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Catatan%20Tahunan%20Kekerasan%20Terhadap%20Perempuan%202018.pdf Purnama Ayu Rizky, Catcalling dan Mimpi Buruk Perempuan di Jalan, dalam http://www.alenia.id/gaya-hidup/catcalling-dan-mimpi-buruk-perempuan-di-jalan-b1UvT918. Putri Widi Saraswati, Catcalling: Ketika Para Kucing Kurang Kerjaan Menggodamu, dalam Http://lakilakibaru.or.id/catcalling/ Sofyan Effendi, Macam-macam Ketidakadilan Gender, dalam http://sofyaneffendi.wordpress.com/2011/07/26/macam-macam-ketidakadilan-gender/ Stop Street Harassment. “Statistics - The Prevalence of Street Harassment”. Available from http://www.stopstreetharassment.org/resources/statistics/statistics-academic-studies/