Kajian Al Quran

Meyakini Mukjizat Al-Qur’an


10 bulan yang lalu


meyakini-mukjizat-al-quran

Istilah mukjizat Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab i’jaz yang berakar pada kata a’jaza - yu’jizu - ’i’jaz, yang memiliki makna menjadikan sesuatu atau seseorang lemah tidak berdaya, ditambahkan huruf tha marbuthah di akhirnya sebagai penekanan (mubalaghah) terhadap makna yang di kandungnya. Dengan demikian, arti mukjizat benar-benar melemahkan dan membuat sesuatu atau seseorang tidak berdaya.

Di antara para pakar telah mendefinisikan mukjizat sebagai suatu hal yang luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku sebagai nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditentangkan kepada yang ragu atau menyangkalnya. Dalam bahasa Indonesia, mukjizat diartikan sebagai kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau kemampuan akal manusia seperti saat Nabi Musa dapat membelah laut dengan pukulan tongkatnya. 

Dalam pandangan Islam, Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW yang memiliki keutamaan, yaitu tidak dibatasi oleh ruang dan waktu dan bisa dirasakan hingga akhir zaman dibandingkan mukjizat nabi-nabi terdahulu yang bersifat temporal.

Para ulama sepakat mengenai adanya kemukjizatan Al-Qur’an, namun mereka berbeda pendapat mengenai aspek mana saja yang bisa dikatakan sebagai mukjizat. Menurut al-Suyuthi dalam al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur`ān, mukjizat pada umumnya terbagi dalam dua bentuk, yakni: mukjizat hissiyyah yang dapat ditangkap panca indera, dan ‘aqliyyah yang hanya dapat ditangkap nalar manusia.

Dari sekian banyak aspek yang dikemukakam oleh para ulama, Syekh Manna’ Khalil al-Qathan dalam Mabahits Fii Ulumil Quran menjelaskan tiga aspek kemukjizatan Al-Qur’an:

1. Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi Bahasa

Al-Qur’an turun dengan bahasa Arab yang indah melampaui keindahan bahasa dan sastra Arab masa jahiliah. Pada saat itu, mereka begitu mengagungkan bahasa Arab dan sering mengadakan perlombaan syair, khotbah, petuah, dan nasihat. Syair-syair yang dinilai indah akan digantung di Ka’bah sebagai penghormatan kepada penggubahnya sekaligus agar dinikmati masyarakat.

Penghargaan yang tinggi terhadap syair dan sastra Arab membuat para penyair mendapatkan kedudukan tinggi di mata masyarakat Arab. Mereka dinilai sebagai pembela kaumnya, sebab dengan syair dan gubahan mereka, reputasi (pamor) suatu kaum atau seseorang dapat meningkat pesat, begitu pula sebaliknya. Maka, tidak heran sering ditemukan para bangsawan Arab memerintahkan penyair memuji mereka.

Ketika Al-Qur’an turun dengan keindahan bahasanya yang mengandung kefasihan, kesempurnaan penyampaian (bayan), keserasian kata dan kelancaran logika, maka bangsa Arab tertegun akan kemukjizatan Al-Qur’an tersebut. Sekalipun mereka memiliki pencapaian tinggi dalam sastra Arab, baik syair atau prosa, namun mereka tetap tidak berdaya menghadapi kemukjizatan Al-Qur’an dari segi Bahasa.

2. Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi Isyarat Ilmiah

Kemukjizatan ilmiah dalam al-Quran bukan terletak dalam teorinya yang selalu berubah. Tetapi, kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada dorongannya kepada manusia agar senantiasa berpikir dan menggunakan akal. Al-Qur’an mendorong manusia untuk memikirkan tentang alam sekitar, dari mulai hal yang terkecil sampai yang terbesar. Melalui perenungan dan tadabur tersebut, manusia diharapkan sampai kepada kesimpulan tentang kemahakuasaan Allah SWT sebagai Sang Pencipta yang tiada duanya. Kemukjizatan Al-Qur’an dari segi isyarat ilmiah ini juga dapat membawa manusia mengenal lebih jauh tentang alam semesta dan keilmuan yang mungkin dapat disimpulkan darinya seperti ilmu biologi, zoologi, astronomi, dan geografi.

3. Kemukjizatan Al-Qur’an dari Segi Syariat

Dalam sejarah umat manusia, terdapat berbagai doktrin, system, dan perundang-undangan (syariat atau hukum). Itu semua–biasanya–bertujuan untuk mencapai kebahagiaan individu atau kelompok dalam kehidupan masyarakat. Namun, tidak ada satu pun dari hal tersebut yang dapat menyaingi keindahan dan kebesaran syariat atau Al-Qur’an.

Menurut pandangan umat Islam, bisa dikatakan bahwa Al-Qur’an mengandung hukum atau syariat yang paling ideal dan undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan manusia. Al-Qur’an telah memberikan aturan dan tuntunan secara universal kepada manusia mengenai berbagai aspek kehidupan, mulai dari yang bersifat individual hingga komunal, sesungguhnya di balik itu semua ada kesempurnaan hukum yang tak terkira. Bisa dikatakan seluruh syariat Al-Qur’an, tanpa terkecuali, memuat hikmah yang luar biasa seperti hukum hudud, aturan waris, dan ketentuan transaksi keuangan. Dari syariat itu, dapat digali nilai ideal moral yang dapat digunakan dalam aturan masyarakat sekalipun dalam bentuk berbeda. 

Meyakini kemukjizatan Al-Qur’an adalah bagian yang tak terpisahkan dari keyakinan seorang muslim terhadap Al-Qur’an itu sendiri sebagai firman Allah SWT yang diturunkan untuk hudan (petunjuk), rahmat (penolong), syifa’ (obat), dan berbagai kemanfaatan bagi umat Islam.