Info Anda post authorKiwi 15 Mei 2022

'Orang Gila' kian Nekat, Masalah Ekonomi jadi Penyebab

Photo of 'Orang Gila' kian Nekat, Masalah Ekonomi jadi Penyebab

WASPADALAH jika Anda melihat teman Anda sering bicara sendiri atau ngomong dengan dinding, mengamuk, menangis, atau mengaku sering mengalami 'penampakkan' seseorang.

Hal ini merupakan gejala gangguan jiwa. Berawal dari stres, berkembang menjadi depresi, kemudian...gila! alias alami gangguan jiwa.

Penyebabnya, bisa saja, karena terkena PHK, ditinggal pergi kekasih, bercerai, atau akibat tekanan ekonomi.

Karena delusi, orang-orang seperti ini, misalnya, seolah-olah 'alih profesi' menjadi orang pintar, atau melakukan segala sesuatu yang dianggap 'tak bisa' di mata orang normal.

Di Pontianak, Ibu Provinsi Kalimantan Barat, sejumlah Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) membuat geger warga karena perbuatan mereka yang mencengangkan.

Pada Jumat, 6 Mei 2022, warga Pontianak dihebohkan dengan perilaku seorang ODGJ. di Masjid Raya Mujahiddin.

Kala itu, mendadak seorang wanita berhijab menaiki ke mimbar, merebut mikropon lantas menjerit-jerit histeris, ketika umat sedang khusyuk salat Jumat.

Kapolresta Pontianak Kombes Andi Herindra menjelaskan, wanita berinisial QA ini, mengalami gangguan jiwa sejak lama, yang berawal pada 2013 sejak ayahnya wafat.

QA juga sudah putus meminum obatnya selama satu tahun belakangan. Itu sebabnya, menurut Andi, jika pasien yang sudah pernah mengonsumsi obat jiwa kemudian tidak minum obat secara teratur, maka akan menimbulkan gejala yang lebih parah.

Pada akhir Maret 2022, Polresta Pontianak mengamankan pula RM (22), warga Jalan Abdul Rahman Saleh, Kelurahan Bangka Belitung, Kecamatan Pontianak Tenggara, yang juga mengalami gangguan jiwa.

Memiliki riwayat ODGJ sejak 2019 karena membacok paman dan bibinya , tiga tahun kemudian RM ditangkap lagi karena menggali 10 makam di kompleks Pemakaman Muslim di Jalan Abdul Rahman Saleh.

Dari keterangan pihak keluarga, RM ini pernah berguru ilmu di Sumatera, dan sering berulah tidak normal sekembalinya dari rantau. "Diduga kuat mengalami gangguan kejiwaan," kata Kapolresta Andi kepada Antara News, Rabu, 30 Maret 2022.

ODGJ di Pontianak Didominasi Masalah Ekonomi
Di Pontianak sejak 2019, kasus ODGJ juga mengalami peningkatan yang sebagian besar dipicu masalah ekonomi setelah orang yang bersangkutan mengalami depresi berkepanjangan.

Psikiater Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Sungai Bangkong Pontianak sejak 2019, dilansir dari Antara News depresi berkepanjangan tersebut akhirnya menganggu akal sehat.

Pasien ODGJ di RSJD Sungai Bangkong,baik yang rawat jalan dan inap. tidak hanya dari wilayah Pontianak, melainkan dari kabupaten dan kota lain di Kalbar.
"Jadi semua pasien ODGJ yang berasal dari seluruh daerah di Kalbar kita tampung, tidak hanya dari Pontianak saja," kata psikiater di RSJD) Sungai Bangkong Pontianak, dr Rozalina

Gangguan jiwa terbesar yang ditangani pihaknya, yakni gangguan jiwa Skizofrenia Paranoid, yang artinya gangguan jiwa di mana pikiran pasien sudah terpecah, tidak realistis.

"Yang menonjol untuk paranoid adalah delusi (waham) dan halusinasi. Waham Paranoid adalah keyakinan seseorang yang tidak bisa dibantah, yakni halusinasinya seperti seseorang akan mencelakakan dirinya," lanjutnya.

Rozalina mencontohkan, pasien-pasien dengan kasus tersebut, tidak bisa di prediksi kapan gangguan kejiwaan itu kambuh.

Pasien bisa saja terlihat tenang dan diam, padahal bisa saja sedang berhalusinasi, seolah-olah ada yang memerintah untuk melakukan hal-hal yang tidak diduga.

Masih pada 2019, menurutnya, seorang petugas kesehatan mengalami luka akibat senjata tajam oleh pasien ODGJ di Pontianak.

"Pasien seperti itu tidak bisa diprediksi, meskipun terlihat tenang, padahal sedang berhalusinasi, dan tiba-tiba saja bisa menusuk orang lain," katanya.

Akibat Emosi Negatif yang Intens
Para ilmuwan meneliti bahwa masalah psikologis dan fisik sebenarnya sangat berhubungan erat, sebagaimana haisl penelitian Dewan Pengobatan Psikosomatik Asosiasi Psikiatri AS.

Penelitian menyimpulkan, hubungan keduanya murni karena perilaku atau kebiasaan. Misalnya, orang yang depresi cenderung jarang mempraktikkan gaya hidup yang sehat.

Menurut Dr David Gitlin, ketua dewan tersebut yang juga Wakil Ketua Klinis di Brigham and Women's Hospital, kondisi psikis yang buruk juga ditandai dengan sulit tidur, atau hilangnya atau berlebih nafsu makan.

Selain itu, hilangnya minat dalam melakukan aktivitas keseharian juga dirasakan. Ini bisa mengakibatkan badan menjadi tidak bertenaga dalam berkegiatan.

Hal ini dapat diakibatkan oleh adanya emosi negatif yang intens, misalnya dari permasalahan yang tidak kunjung usai, perubahan lingkungan, atau pasca mengalami peristiwa yang berdampak besar pada emosi.
Ditekankan, penyakit mental sama bahayanya dengan penyakit fisik. Orang-orang dengan kondisi kesehatan mental yang buruk, akan sulit atau bahkan tidak mungkin menyembuhkan dirinya sendiri.

Perlu bantuan pihak lain untuk mendorongnya bangkit kembali agar bisa menjalani keseharian. Mereka akan melakukan sesi konseling untuk membantu memproses emosi yang dirasakan.

Tujuannya, agar seseorang menyadari, dan mengenali diri lebih baik. Hal ini juga membantu untuk menemukan versi terbaik diri, guna memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Karena itu, berkonsultasi ke psikolog atau psikiater akan membantu kita menjalani hidup dengan lebih tenang. Jika Anda mengalaminya, diimbau supaya tidak malu apalagi takut untuk memberanikan diri meminta bantuan profesional agar permasalahan lebih cepat teratasi.

Perlu diingat bahwa kesehatan mental juga perlu dirawat, dan segala penyakit mental dapat diobati. Singkirkan semua stigma buruk mengenai berobat ke psikolog atau psikiater.

Tentang Skizofrenia
Dilansir dari MayoClinic, skizofrenia adalah gangguan jiwa berupa kontak dengan kenyataan, dan sulit membedakan hal yang nyata dan yang tidak.

Gangguan ini sering terjadi di Indonesia. Skizofrenia ditandai dengan identifikasi pola berpikir, proses persepsi, afeksi, dan perilaku sosial.

Umumnya, pasien dengan skizofrenia menunjukkan gejala halusinasi dan delusi, penarikan diri dari lingkungan sosial, pengabaian diri, dan kehilangan motivasi.

Penyebab skizofrenia hingga saat ini belum diketahui pasti penyebab utamanya. Namun, para peneliti percaya bahwa kombinasi genetik, kimia otak, dan lingkungan, berkontribusi pada perkembangan gangguan tersebut.

Masalah dengan bahan kimia otak tertentu yang terjadi secara alami, termasuk neurotransmiter yang disebut dopamin dan glutamat, dapat menyebabkan skizofrenia.

Studi neuroimaging menunjukkan ada perbedaan dalam struktur otak dan sistem saraf pusat orang dengan skizofrenia.

Meskipun penyebab pasti tidak diketahui, faktor-faktor tertentu meningkatkan meningkatkan atau memicu skizofrenia, di antaranya: memiliki riwayat keluarga skizofrenia.

Beberapa komplikasi kehamilan dan kelahiran, seperti malnutrisi atau paparan racun atau virus yang dapat memengaruhi perkembangan otak Mengkonsumsi obat-obatan yang mengubah pikiran (psikoaktif atau psikotropika) selama masa remaja dan dewasa muda.

Tak kuat menghadapi permasalahan dalam hidup akan secara negatif mempengaruhi diri sendiri, baik secara fisik maupun mental.

Tidak dapat dimungkiri, pengaruh mental sering menghambat kita untuk berpikir rasional saat dihadapkan pada suatu hal yang sulit dijalani.

Dampak yang beragam pada setiap individu membuat kita tidak dapat mengetahui tolok ukur keadaan mental yang sedang tidak stabil.

Penyakit mental, menurut American Psychiatric Association, adalah kondisi kesehatan yang melibatkan perubahan emosi, pemikiran, atau perilaku (atau kombinasi dari semuanya).

Dilansir dari Alo Dokter, ciri-ciri orang yang mengalami sakit jiwa bisa berbeda-beda, tergantung dari jenisnya. Namun pada umumnya, orang yang mengalami gangguan jiwa dapat dikenali dari beberapa gejala.

Gejala-gejala ini termasuk mengalami perubahan mood yang sangat drastis, misalnya dari sangat sedih menjadi sangat gembira, atau sebaliknya dalam waktu singkat

Juga memiliki rasa takut yang berlebiha, menarik diri dari kehidupan sosial, merasa emosional, di mana amarahnya tidak terkendali, dan suka melakukan kekerasan

Seseorang mengalami delusi. Terkadang, beberapa gejala tersebut juga disertai oleh gangguan fisik, seperti sakit kepala, nyeri punggung, sakit perut, atau nyeri lain yang tidak diketahui sebabnya.

Berbagai Penyebab Sakit Jiwa
Sakit jiwa sering tidak diketahui penyebabnya. Namun, kondisi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor genetik, faktor lingkungan sekitar, atau perpaduan dari berbagai faktor.

Beberapa gejalanya, antara ;ain, erubahan reaksi senyawa kimia alami pada otak, bisa berdampak pada mood dan berbagai aspek kesehatan mental
Riwayat sakit jiwa dalam keluarga juga menjadi penyebab. Gen-gen tertentu dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami sakit jiwa. Kemunculannya dapat dipicu oleh persoalan hidup yang dialami penderita sakit jiwa

Paparan virus, racun, minuman keras, dan obat-obatan saat berada dalam kandungan juga dapat dihubungkan dengan penyebab sakit jiwa.

Pengalaman traumatis, seperti pernah mengalami pemerkosaan atau menjadi korban bencana alam, akibat penggunaan obat-obatan terlarang.

Juga akibat hidup yang penuh tekanan, seperti kesulitan keuangan, perceraian, atau kesedihan akibat adanya anggota keluarga yang meninggal.

Hal ini juga akibat penyakit kronis, seperti kanker, kerusakan otak, misalnya cedera akibat kecelakaan. Selain itu, seseorang selalu merasa sendiri, atau pernah mengalami sakit jiwa sebelumnya.

Ada banyak kondisi kesehatan yang dapat dikategorikan sebagai sakit jiwa. Setiap kelompok dapat terbagi lagi menjadi beberapa jenis yang lebih spesifik.

Beberapa jenisnya, antara lain, gangguan kecemasan. Dalam kasus ini, seseorang merespons objek atau situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik sehingga jantungnya berdetak lebih cepat.

Kondisi ini dapat dikatakan sebagai gangguan, jika gejala-gejala tersebut tidak dapat mereka kendalikan, dan sudah mengganggu aktivitas sehari-hari.

Gangguan kecemasan juga dapat berupa fobia terhadap situasi tertentu, gangguan kecemasan sosial, atau gangguan panik.

Jenis lainnya, yakni gangguan kepribadian Mereka yang mengalami gangguan ini umumnya memiliki karakter ekstrem dan kaku, yang tidak sesuai dengan kebiasaan bermasyarakat, seperti antisosial atau paranoid.

Berikutnya, gangguan afektif atau mood. Orang yang mengalami gangguan mood dapat terus-menerus merasa sedih, terlalu gembira selama periode tertentu, atau perasaan sangat senang, dan sangat sedih yang berubah dalam waktu singkat, dan terjadi secara berulang. Bentuk paling umum dari kondisi ini adalah gangguan bipolar dan depresi.

Berikutnya yakni gangguan ketidakmampuan mengontrol keinginan. Orang dengan gangguan ini tidak dapat menolak dorongan dari dalam dirinya, untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Gangguan jiwa yang termasuk dalam kelompok ini adalah kleptomania, atau dorongan untuk mencuri barang-barang kecil, piromania atau dorongan kuat untuk menyulut api, serta kecanduan minuman keras dan obat-obatan terlarang.

Jneis lain yakni gangguan psikotik. Gangguan ini mengacaukan pikiran dan kesadaran manusia. Halusinasi dan delusi adalah dua bentuk gejala paling umum dari kondisi ini.

Orang yang mengalami halusinasi merasa dirinya melihat atau mendengar suara yang sebenarnya tidak nyata.

Sementara itu, delusi adalah hal tidak benar yang dipercaya oleh penderitanya sebagai sesuatu yang benar. Misalnya, delusi kejar, yakni kondisi ketika penderita merasa diikuti seseorang.

Jenis yang lain yakni gangguan pola makan di mana penderitanya mengalami perubahan perilaku, kebiasaan, dan emosi, yang berkaitan dengan berat badan dan makanan.

Contoh paling umum dari gangguan ini adalah anoreksia nervosa, yang ditandai dengan kondisi tidak mau makan dan memiliki ketakutan abnormal terhadap kenaikan berat badan.

Contoh lain adalah bulimia nervosa, kondisi ini ditandai dengan perilaku makan berlebihan, kemudian memuntahkannya secara sengaja.

Ada juga kondisi binge eating disorder, suatu kondisi saat seseorang makan terus-menerus dalam jumlah, banyak dan merasa tidak bisa berhenti, tetapi tidak disertai memuntahkan makanan kembali.

Gangguan jiw ajenis lainnya yakni obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder/OCD). Seorang penderita OCD memiliki pola pikir yang terus-menerus dipenuhi oleh ketakutan, atau pikiran mengganggu yang disebut dengan obsesif.

Kondisi ini membuat mereka melakukan suatu ‘ritual’ secara berulang-ulang yang disebut kompulsif. Contohnya, orang yang terus-menerus mencuci tangan karena adanya rasa takut secara berlebihan terhadap kuman.

Berikutnya, gangguan pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD). Gangguan ini merupakan gangguan mental yang terjadi setelah seseorang mengalami kejadian traumatis, seperti kematian anggota keluarga secara tiba-tiba, pelecehan seksual, atau bencana alam.

Sindrom respons stres atau gangguan penyesuaian adlaah jenis lainnya. Gangguan penyesuaian terjadi ketika seseorang menjadi emosional dan mengalami perubahan perilaku setelah berada pada kondisi di bawah tekanan atau krisis, seperti perceraian, bencana alam, atau kehilangan pekerjaan.

Juga terdapat jenis gangguan disosiatif. Gangguan ini adalah kondisi ketika penderitanya mengalami gangguan parah pada identitas, ingatan, dan kesadaran akan diri sendiri dan lingkungan tempat ia berada.

Gangguan ini juga kerap dikenal dengan sebutan kepribadian ganda.

Gangguan seksual dan gender juga adalah jenis gangguan. Ini adalah jenis gangguan yang diketahui bisa berdampak pada gairah dan perilaku seksual seseorang, seperti parafilia dan gangguan identitas gender.

Gangguan somatoform juga termasuk dalam hal ini, yang merupakan gangguan kesehatan mental. Ini ditandai dengan penderita yang merasa mengalami nyeri atau sakit pada anggota tubuhnya.

Dalam beberapa kasus, orang tersebut sebenarnya tidak ada tanda gangguan medis apa pun pada tubuhnya.

Selain beberapa kondisi di atas, beberapa kondisi lain, seperti demensia Alzheimer dan gangguan tidur, juga dikelompokkan sebagai sakit jiwa, karena melibatkan gangguan di otak.

Penanganan untuk Sakit Jiwa
Berbagai penyakit di atas umumnya tidak dapat membaik dengan sendirinya, atau bahkan dapat memburuk jika tidak segera ditangani.

Karena itu, perlu adanya penanganan langsung dari dokter yang disesuaikan dengan tingkat keparahan, jenis, dan penyebab gangguan.

Dokter akan memberikan obat-obatan yang meliputi obat-obatan antipsikotik, antidepresi, dan anticemas.

Selain pemberian obat-obatan, biasanya penderita sakit jiwa akan mendapatkan salah satu atau beberapa terapi, seperti psikoterapi, stimulasi otak untuk menangani gangguan mental dan depresi, atau perawatan di rumah sakit jiwa.

Selain perawatan secara medis, dukungan keluarga dan kondisi lingkungan yang nyaman juga menjadi faktor penentu kesembuhan penderita sakit jiwa agar dapat kembali beraktivitas normal.***

Wartawan, Penulis & Editor: Patrick Sorongan
Sumber : Liputan & berbagai sumber

 

Berita Terkait

Baca Juga

Komentar Anda